PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI
Bioteknologi (pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah dengan menggunakan mahluk hidup untuk menghasilkan produk dan jasa guna kepentingan manusia), terutama rekayasa genetika, pada awalnya diharapkan dapat menjelaskan berbagai macam persoalan dunia seperti: polusi, pertanian, penyakit dan sebagainya. Akan tetapi dalam kenyataannya juga menimbulkan dampak yang membawa kerugian. Bagaimana dampak penerapan bioteknologi?
Dampak terhadap Lingkungan
Pelepasan organisme transgenik (berubah secara genetik) ke alam bebas dapat menimbulkan berupa pencemaran biologi yang dapat lebih berbahaya daripada pencemaran kimia dan nuklir. Dengan keberadaan rekayasa genetika, perubahan genotipe tidak terjadi secara alami sesuai dengan dinamika populasi, melainkan menurut kebutuhan pelaku bioteknologi itu. Perubahan drastis ini akan menimbulkan bahaya, bahkan kehancuran. “Menciptakan” mahluk hidup yang seragam bertentangan dengan prinsip di dalam biologi sendiri, yaitu keanekaragaman.
Dampak terhadap Kesehatan
Produk rekayasa di bidang kesehatan dapat juga menimbulkan masalah serius. Contohnya adalah penggunaan insulin hasil rekayasa telah menyebabkan 31 orang meninggal di Inggris. Tomat Flavr Savrt diketahui mengandung gen resisten terhadap antibiotik. Susu sapi yang disuntik dengan hormon BGH disinyalir mengandung bahan kimia baru yang punya potensi berbahaya bagi kesehatan manusia.
Bioteknologi terdiri dari 2 kelompok teknologi utama. Kelompok pertama adalah rekayasa genetika. Teknologi ini melakukan semacam proses gunting tempel bagian-bagian tubuh makhluk hidup, termasuk gen untuk menciptakan makhluk yang unggul. Kelompok kedua adalah kultur jaringan (tissue culture), penanaman sel-sel yang telah diisolasi dari jaringan atau potongan kecil jaringan secara in vitro dalam medium biakan.
Kebutuhan yang sangat vital dan harus selalu dicari solusinya adalah masalah pangan. Untuk pemenuhan kebutuhan akan pangan tersebut, ternyata perkembangan teknologi lebih banyak berperan. Yang menarik, bioteknologi lebih banyak mengarah kepada peningkatan mutu (kualitatif) dibanding kearah kuantitati
Manfaat lain dari kemajuan teknologi bagi manusia adalah membuat terobosan baru untuk menemukan teknologi pencegahan, penyembuhan serta pelacaklan penyakit maupun kelainan fisik yang sebelumnya mustahil dilakukan manusia. Ternyata hasil bioteknologi menunjukan bahwa, bioteknologi bukanlah senjata pamungkas yang bisa mengatasi segala masalah kesehatan, bahkan menimbulkan masalah baru
Kultur Sel atau Jaringan tanaman dan Tanaman Transgenik
Sel tanaman mempunyai kemampuan yang disebut “totipotency”, yaitu kemampuan tumbuh dan berkembang biak untuk menjadi tanaman lengkap pada medium yang memenuhi syarat. Dapat pula sel tersebut tumbuh tanpa mengalami deferensiasi. Hal ini tertgantung pada kadar hormone pertumbuhan yang diberikan. Dengan kenyataan ini maka kemungkinan pemberdayaan sel atau jaringan tanaman untuk maksud-maksud berikut:
1. Produksi zat kimia atau aditif pangan
2. Menumbuhkan tanaman (dengan produk bahan pangan) bersifat tinggi.
3. Menumbuhkan tanaman dengan produktifitas bahan pangan tinggi.
Sifat variasi somaklonal dari sejumlah populasi sel tanaman yang tumbuh dapat digunakan untuk menseleksi sel tanaman yang unggul untuk memproduksi metabolit tertentu. Produk-produk aditif yang dapat diharapkan dari sel tanaman antara lain:
1. Zat warna pangan (antosianin, betasinin, saffron)
2. Flavor (strawberry, anggur, vanilla, asparagus)
3. Minyak atsiri (mint, ros, lemon bawang)
4. Pemanis (steviosida, monelin)
Untuk semua tujuan aplikasi sel tanaman, aplikasi teknik-teknik pemindahan gen seringkali diperlukan. Ini mencakup teknik-teknik hibridisasi somatik, breeding sitoplasmik, mikroinjeksi gen, teknik transwitch, transfer gen dengan perantaraan vektor.
Manipulasi tanaman dengan produk tanaman pangan bersifat khusus contoh-contohnya adalah:
1. tanaman tahan terhadap herbisida
2. tanaman yang menghasilkan insektisida
3. tanaman yang tahan terhadap kondisi tertentu
4. padi yang harum, enak di makan, dan tahan dari seranganvektor.
Tanaman dengan produktifitas pangan tinggi dapat terdiri dari 2 bentuk: (i) tanaman dengan rasio biomassa dapat meningkat, misalnya ukuran tanaman diperkecil tapi buah diperbesar, (ii) tanaman dengan umur panen yang singkat sehingga menambah frekuensi panen dalam satu tahun seperti yang sudah diperoleh pada padi.
Tanaman transgenik adalah khususnya tanaman yang mempunyai gen hasil alihan dari mikroorganisme lain (walaupun definisi ini adalah yang berarti asal menerima gen dari luar tanaman itu sendiri, jadi termasuk yang berasal dari tanaman juga). Contoh tanaman dengan definisi pertama adalah tanaman yang mengandung gen racun serangga dari Bacillus thuringiensis (gen Bt). Tanaman kentang tahan terhadap herbisisda biolaphos, tanaman kapas tahan terhadap herbisisda glyphosate.
Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik diperoleh dengan menyisipkan gen-gen tertentu baik berasaldari tanaman, hewan atau mikroorganisme ke dalam DNA tanaman. Adanya gen baru yang disisipkan akan merubah sifat tanaman sesuai yang diinginkan atau memberikan kemampuan pada tanaman untuk memproduksi substansi baru yang diperlukan untuk tujuan tertentu. Dengan teknik ini diperoleh tanaman yang mempunyai sifat baru seperti tahan hama dan penyakit dan menghasilkan senyawa baru yang penting baik untuk tanaman itu sendiri maupun kepentingan manusia. Beberapa tanaman hasil rekayasa genetika diantaranya adalah:
1. Round Up Ready R Soybean yaitu kedelai yang toleran terhadap senyawa aktif glifosfat yang
terdapat pada herbisida.
2. Tomat yang dirancang agar proses pematangannya terhambat sehingga lebih tahan lama.
3. Kapas dan jagung Bt, yaitu kapas dan jagung yang dirancang mengandung protein insektisida
yang berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt).
4. Beras yang mengandung vitamin A (golden rice)
5. Tanaman pisang penghasil protein asing (baik unutk nutrien maupun obat)
Tanaman dan produk tanaman transgenik sudah beredar di pasaran, sebagian besar diproduksi perusahaan multinasional, sebagian diproduksi dalam skala kecil oleh laboratorium riset di berbagai negara. Di Indonesia sedang dikembangkan dua jenis padi transgenik oleh DR. Inez Loedin dari Pusat Penelitian Bioteknologi (P2 Biotek) LIPI bekerja sama dengan Badan Penelitian Biologi, Deptan, Universitas Leiden dan Plant Research International (PRI). Padi ini merupakan padi yang tahan kering dan tahan hama penggerek. Dr. Arief Witarto dan koleganya juga dari LIPI sedang mengembangkan “protein farming” yaitu tanaman transgenik dari tanaman biasa yang sudah dikenal seperti pohon pisang yang direkayasa sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan protein7 protein yang diinginkan. Protein-protein nantinya diperbanyak mengikuti perkembangbiakan tanaman induk secara terus-menerus dan masal seperti bercocok tanam biasa.
Di lapangan para petani di Indonesia sudah menanam kapas transgenik produksi Monsanto. Pengembangan tanaman ini telah menimbulkan pro dan kontra terhadap resiko yang akan ditimbulkannya. Penanaman tanaman transgenik secara masal perlu dilakukan secara hati hati untuk menghindari dampak negatifnya.
Dampak terhadap Organisme Non Target
Tanaman transgenik berpengaruh terhadap orthopoda yang berasosiasi dengannya, terlebih yang berguna sebagai musuh alami hama. Kejadian lain apabila populasi hama (sebagai inang musuh alam) rendah di lapangan akibat dari penanaman tanaman transgenik. Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik mengandung gen Bt secara tidak langsung akan mirip dengan penggunaan pestisida secara berlebihan karena Bt selalu berada di dalam tanaman, sehingga akan dikhawatirkan menghasilkan dampak seperti penggunaan pestisida, resistensi, resurgeni dan peledakan hama sekunder.
Aliran Gen
Penyebaran gen dalam kontek ruang melalui pencemaran polutan, dapatmengakibatkan mengalirnya gen dari suatu spesies ke spesies lain. Dampak paling besardari aliran gen ini adalah bila suatu gen beralir dari tanaman pertanian ke tanaman liar (wild plant) yang masih berkerabat dengan tanaman pertanian tersebut terutama gen tahan/ resisten (terhadap antibiotik ataupun terhadap hama dan herbisida). Pencemaran genetik juga dapat menurunkan keragaman (seperti fertilitas, kemampuan reproduksi dan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit).
Pemanfaatan Enzim untuk Pangan
Enzim secara umum merupakan zat yang dalam jumlah kecil dapat mempercepat suatu reaksi 1012-1020 kali, tanpa ikut terlibat dalam reaksi tersebut. Enzim dikenal juga sebagai katalis biologis (biokatalisator). Keunggulan enzim dibanding katalisator kimia adalah karena sifatnya yang efisien, selektif, dapat diprediksi, proses reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan. Enzim secara alamiah terdapat di alam dalam jumlah melimpah, yaitu pada tanaman, binatang, dan mikroba.
ANALISA RESIKO PRODUK REKAYASA GENETIKA
Meskipun teknologi rekayasa genetika telah diketahui memiliki potensi dalam perbaikan nutrisi, peningkatan hasil, dan keuntungan–keuntungan lainnya, tanaman hasil rekayasa genetika (produk transgenik) telah memicu berbagai berita yang menarik sekaligus kontroversial (Nasir, 2002). Dari hasil penanaman tanaman transgenik toleran terhadap virus, serangga dan terhadap gulma telah mampu meningkatkan hasil sebanyak 5% sampai 10% (Baihaki, 2002).
Sedangkan varietas unggul baru dari produk GMO mendapat reaksi yang keras dan beragam dari berbagai kalangan yang mengkhawatirkan dampak negatif terhadap keamanan hayati. Reaksi yang muncul dari masyarakat tersebut cukup baik asalkan tidak berlebihan dan masih melalui prosedur yang semestinya. Pada tahun 2006 luasan pertanaman biotek meningkat tajam sehingga melebihi 100 juta hektar sedangkan jumlah petani yang menanam tanaman biotek mencapai 10,3 juta orang petani, sehingga melebihi perkiraan sebelumnya yang hanya mendekati angka 10 juta orang. Komersialisasi tanaman biotek dan perluasan global area penanaman tanaman biotek merupakan peningkatan yang pertama kalinya dalam sejarah era bioteknologi tanaman (Gambar 1) (Clive James, 2006).
ASPEK SECARA GLOBAL
Produk pertanian hasil rekayasa genetika (bioteknologi) asal China akan menjadi ancaman besar bagi pertanian Indonesia pasca pemberlakukan perjanjian perdagangan bebas Asean-China (CAFTA) awal 2010. Ketua Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia (PBPI) Bambang Purwantara di Jakarta, Selasa mengatakan, pada November 2009 China telah mengeluarkan sertifikat keamanan hayati (biosafety) untuk padi biotek tahan hama dan jagung biotek pitase.
Cina mengataakan padi merupakan tanaman pangan paling peting secara global karena memberi makan setengah dari seluruh umat manusia, sementara jagung adalah tanaman pakan ternak paling penting di dunia. "Setelah adanya perdagangan bebas Asean-China produk bioteknologi China akan mudah masuk ke Indonesia, itu merupakan ancaman besar bagi pertanian Indonesia," katanya pada seminar bioteknologi tersebut.
Bambang mengatakan, China hanya salah satu dari 16 negera berkembang yang menanam tanaman biotek pada tahun 2009, di sisi lain pertumbuhan areal tanaman tersebut meningkat 13 persen atau 7 juta ha lebih tinggi dibanding di negara-negara maju yang hanya 3 persen atau 2 juta ha. "Sebagai hasilnya hampir setengah atau 46 persen dari luasan global tanaman biotek ditanam di negara-negara berkembang dan dilakukan oleh sekitar 15 juta petani kecil," katanya. Sementara itu Ketua Internasional Service for The Acquisition of Agri-biotech Application (ISAAA) Clive James mengatakan, ke depan Indonesia bersama Vietnam, Bangladesh dan Paksitan akan menjadi negara baru yang mengadopasi bioteknologi secara besar. "Saat ini Pakistan sudah melakukan adopsi pengembangan bioteknologi pertanian tersebut," katanya.
Untuk melakukan adopsi pengembangan tanaman bioteknologi, menurut dia, tidak harus melakukan penemuan teknologi baru yang sudah ditemukan di laboratorium-laboratorium luar negeri. yang perlu dilakukan pemerintah yakni investasi sumberdaya manusia dan teknologi serta penguatan kapasitas kelembagaan. Sementara itu menanggapi penilaian pemerintah terkesan lamban dalam mengembangkan bioteknologi di Indonesia, Tenaga Ahli Menteri Pertanian Eri Sofiari menyatakan, pemerintah tidak pernah menghambat hal itu.Dikatakannya, setelah ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tanaman transgenik atau bioteknologi maka pemerintah melakukan pendekatan kehati-hatian."Produk ini harus aman baik untuk produsen maupun konsumen sehingga pemerintah harus melindungi semua pihak," katanya.
Eri yang juga tenaga peneliti pada Badan Litbang Pertanian itu menegaskan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian tidak anti terhadap pengembangan bioteknologi apalagi hal itu terkait dengan ketahanan pangan nasional. "Kalau sudah ada manfaat untuk petani dan untuk ketahanan pangan kita terbuka tapi harus mengikuti aturan main," katanya. Menurut Bambang Purwanta, pembentukan Komisi Keamanan Hayati dan Keamaman Pangan sebagai amanat PP no 21/2005 perlu segera direalisasikan. "Komisi yang aman menentukan `merah-hijaunya` aplikasi bioteknologi di Indonesia perlu dibentuk apabila kita tidak ingin menjadi tuan yang terasing di negeri sendiri," katanya.
pertanian dan lingkungan. Ketika memperoleh penghargaan Sarwono Prawirohardjo dari LIPI belum lama ini, ilmuwan senior, Profesor Iskandar Alisjahbana menyatakan, industri bioteknologi berpeluang paling besar untuk bersaing secara global karena Indonesia memiliki sumber daya genetik yang berlimpah. ''Saya menganjurkan supaya LIPI lebih banyak memusatkan perhatian pada kemungkinan dan kesempatan besar di industri-industri bioteknologi baru yang dapat didirikan di Indonesia. Ini karena berlimpahnya genetic resource di Indonesia,'' ungkapnya.
Sementara itu, Yan menyatakan, kerangka kerja indikator bioteknologi adalah melalui statistik dan indikator yang diukur. Yakni produk dan proses bioteknologi, litbang bioteknologi, perusahaan bioteknologi menurut jenisnya, penjualan atau pendapatan bioteknologi, dan pekerja bioteknologi. Langkah terpenting untuk mengembangkan indikator bioteknologi adalah melakukan klasifikasi dan survei. Survei itu, kata Yan, antara lain survei litbang standar, survei industri standar yang didasarkan sampel dari semua perusahaan di sektor potensi bioteknologi, dan survei perusahaan yang melakukan kegiatan bioteknologi. ''Juga jenis survei lainnya, seperti survei ektor tertentu, lembaga riset pemerintah, atau rumah tangga.
ASPEK TERKNOLOGI SECARA NASIONAL
Di Indonesia perangkat hukum di bidang bioteknologi selama ini masih tersebar dan bersifat sektoral. Untuk itu perlu dibuat produk hukum baru dibidang bioteknologi yang bersifat nasional. Walaupun demikian status pengaturan bidang bioteknologi mulai nampak jelas dengan diratifikasinya Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati melalui Undang undang No. 5 tahun 1994. Dalam bagian pertimbangan persetujuan pengesahan konvensi bagian Penjelasan Umum sub Bab Manfaat Konvensi Butir 6 yang menyatakan :
"bahwa salah satu manfaat pengesahan konvensi ini adalah pengembangan dan penanganan bioteknologi agar Indonesia tidak dijadikan ajang uji coba pelepasan GMO oleh negara negara lain."
Kalimat ini akan menjadi lebih penting mengingat ketentuan hukum nasional Indonesia belum mengatur persoalan GMO sebagai salah satu aspek bioteknologi. Dengan adanya pengaturan ini telah menjadi jelas bahwa pemerintah Indonesia berupaya mengembangkan bioteknologi yang aman dan melarang adanya uji coba GMO yang dilakukan pihak lain.
Pasal-pasal dalam UU No. 5/1994 yang secara tegas mengatur masalah bioteknologi ialah Pasal 2, Pasal 8 (g), Pasal 16 dan Pasal 19. Pengaturan ini umumnya menyangkut berbagai masalah seperti definisi, GMO, akses dan alih teknologi, kerjasama internasional dan perlunya pengaturan lebih lanjut melalui suatu protokol. Ada peraturan lainnya yang berupa Undang-undang atau Peraturan Pelaksana (PP) secara tidak langsung mengatur beberapa aspek di bidang bioteknologi. Dalam UU no 12 tahun 1992 tentang sistem Budidaya Pertanian Pasal 16 yang menyatakan :
"Pemerintah melarang pengadaan, peredaran dan penanaman benih tanaman tertentu yang merugikan masyarakat, budidaya tanaman, sumberdaya alam lainnya dan/lingkungan hidup. "Pasal ini dapat diterapkan pada jenis tanaman tertentu hasil rekayasa genetika yang merugikan. Tanaman hasil rekayasa genetika ini akan dapat mengakibatkan rusaknya atau tercemarnya spesies tanaman asli sehingga sepatutnya dilarang untuk diedarkan. Selain itu resiko dari tanaman hasil rekayasa genetika yang belum diketahui harus dicegah sedini mungkin demi perlindungan atas sumberdaya dan lingkungan hidup Indonesia.
Kegiatan terhadap bioteknologi seperti pelepasan GMO akan mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya. Dalam hal masyarakat tradisionil yang memiliki model-model bioteknologi tradisional seperti pembuatan jamu, obat-obatan tardisional maka pendirian suatu industri bioteknologi modern tidak boleh merugikan masyarakat tersebut dengan mengkomersialisasikan model-model bioteknologi lama melalui cara mematenkan produk-produk tersebut. Dalam penjelasan PP ini Pasal 2 (1) bagian f menyatakan : “Introduksi suatu jenis tumbuh-tumbuhan baru atau jasad renik (mikro-organisme) yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru terhadap tanaman, introduksi suatu jenis hewan baru dapat mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada”.
Pelepasan mahluk hidup hasil rekayasa genetika jika tidak terkendali akan dapat mencemari spesies asli bahkan dapat menimbulkan kepunahan jika spesies tersebut memiliki jumlah yang terbatas. Juga suatu hasil penelitian yang memperkenalkan jenis hewan atau tumbuhan baru hasil rekayasa genetika haruslah diwaspadai karena akan menimbulkan dampak penting bagi kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Demikian juga halnya dengan pembuatan bahan hayati dan non hayati melalui proses bioteknologi dapat menimbulkan dampak penting bagi kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan memperkenalkan jenis baru hasil teknologi, Undang-undang No. 17 Tahun 1985 mengenai Ratifikasi Konvensi Hukum Laut 1982 Bab XII tentang Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut, Bagian I Ketentuan Umum Pasal 196 tentang Penggunaan Teknologi-teknologi atau memasukkan jenis-jenis asing atau jenis baru ,menyatakan : “ Negara-negara harus mengambil tindakan segala tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut sebagai akibat penggunaan teknologi-teknologi yang ada dibawah yurisdiksi atau pengawasan mereka, atau memasukkan dengan sengaja atu tidak jenis-jenis asing atau jenis baru ke dalam bagian tertentu lingkungan laut, hingga dapat mengakibatkan perubahan-perubahan penting dan merugikan pada lingkungan laut “.
Bioteknologi dikategorikan sebagai teknologi jenis baru dapat mengakibatkan timbulnya pencemaran di laut melalui masuknya jenis-jenis spesies baru hasil rekayasa genetika. Dalam prakteknya hal ini dapat terjadi seperti upaya yang dilakukan baru-baru ini terhadap jenis ikan salmon yang direkayasa dengan sejumlah gen manusia, sapi dan tikus. Jika ikan salmon hasil rekayasa genetika dilepas ke lautan maka akan menimbulkan perubahan penting dan merugikan lingkungan laut yaitu dapat mencemari jenis-jenis ikan alami.
Mengenai masalah hak paten terhadap penemuan di bidang bioteknologi telah diatur Undang-undang No 6 Tahun 1989 tentang Paten bagian kedua tentang penemuan yang tidak dapat diberikan paten dan yang ditunda Pasal 7 yang menyatakan :“Paten tidak dapat diberikan untuk :
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertian umum atau kesusilaan.
b. Penemuan tentang proses atau hasil produksi makanan dan minuman, termasuk hasil produksi berupa bahan yang dibuat melalui proses kimia dengan tujuan untuk membuat makanan dan minuman guna dikonsumsi manusia dan atau hewan;
c. Penemuan tentang jenis atau varietas baru tanaman atau hewan atau tentang proses apapun yang dapat digunakan bagi pembiakan tanaman atas hewan beserta hasilnya;
d. Penemuan tentang metoda pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metoda tersebut.”
Dari pasal diatas untuk jenis-jenis tertentu khususnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak hasil penemuan bioteknologi tidak dapat dikenakan hak paten. Untuk penemuan-penemuan atas varietas tanaman atau hewan tertentu seperti tanaman pangan atau hewan potong juga tidak diberikan paten dengan alasan bahwa jenis-jenis tersebut sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Dalam masalah pangan diatur oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1997 tentang Pangan. Dalam Undang-undang ini dikenal adanya istilah rekayasa genetika pangan. Dalam salah satu ketentuannya yaitu passel 1 menyatakan : “Rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk pangan yang lebih unggul.”
Dalam upaya memproduksi pangan yang menggunakan proses rekayasa genetika, maka diharuskan memeriksa keamanan pangan (food safety) sebelum diedarkan yang syarat pengujiannya ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini tercantum di dalam passal 13 yang menyatakan : “
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika wajib terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan.
(2) Pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan dan pemanfaatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau proses produksi pangan, serta menetapkan persyaratan bagi pengujian pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika.”
Berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup dan hubungannya dengan bioteknologi khususnya sumberdaya genetika, Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup passal 8 (1) memberikan dasar pada ketentuan yang menyatakan : “Sumberdaya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah.”
Sedangkan tugas melaksanakan passal 8 (1), pemerintah diberi wewenang yang tercantum dalam ayat 2 b dan c yang menyatakan : “ (b) mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumberdaya alam termasuk sumberdaya genetika. (c) mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subyek hokum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya buatan,
termasuk sumberdaya genetika.” Pengaturan selanjutnya akan diatur melalui Peraturan Pemerintah. Namun demikian hingga kini peraturan pemerintah ini belum ada. Sedangkan peraturan yang berada dibawahnya yaitu Keputusan Presiden (Keppres) masih dalam proses. Untuk menindaklanjuti secara teknis di bidang pertanian, Departemen Pertanian telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 856/Kpts/HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian hasil Rekayasa Genetika. Dalam SK Menteri ini diatur mengenai berbagai hal seperti definisi produk bioteknologi pertanian, keamananhayati, bioteknologi, genom, DNA, hewan, tanaman dan jasad renik transgenetik. Selain itu terdapat ketentuan mengenai jenis-jenis produk bioteknologi, syarat dan tata cara pemanfaatan, hak dan kewajiban, pemantauan dan pelaporan serta ketentuan peralihan dan penutup. Terdapat daftar formulir yang dicantumkan dalam lampiran SK Menteri ini seperti formulir Surat Permohonan Pemanfaatan Produk Bioteknologi Pertanian hasil Rekayasa Genetika, formulir penilaian Permohonan Pemanfaatan Produk Bioteknologi Pertanian hasil Rekayasa Genetika dan beberapa formulir lainnya. SK Menteri ini telah memiliki perangkat kelembagaan yaitu Komisi Keamanan Hayati dan Tim Teknis Keamanan Hayati. Sebenarnya perangkat kelembagaan di bidang bioteknologi secara nasional telah dikembangkan sejak adanya Panitia Nasional Pengembangan Bioteknologi yang dibentuk kurang lebih 10 tahun yang lalu. Pada tahun 1989 dibentuk lembaga yang resmi menangani bioteknologi di beberapa instansi yang dikenal dengan nama Pusat Keunggulan Pengembangan Bioteknologi. Beberapa instansi yang ditunjuk oleh Panitia Nasional Pengembangan Bioteknologi untuk menjadi Pusat Keunggulan Pengembangan Bioteknologi adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, Lembaga Biologi Molekular Eijkman UI dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Beberapa universitas seperti IPB, ITB dan UGM melalui Pusat Antar Universitas (PAU) juga mengembangkan Bioteknologi melalui bidang kajian tertentu. Baru-baru ini Pusat Pengkajian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong telah mendirikan Pusat Pengkajian dan Penerapan Bioteknologi Industri dan Pertanian. Bidang kajian yang digarap pusat ini merupakan yang terlengkap di Indonesia. Selain mengkaji bidang pertanian, industri juga bidang-bidang lainnya seperti bidang kesehatan, kedokteran. Sebagai contoh adalah produksi Vitamin B-12, eritromisin, penisilin dan sefalosporin C juga akan dikembangkan dalam skala besar di Pusat ini.
Era Bioteknologi
Peranan mikrobiologi akan memberi warna, wawasan dan cakrawala barnubagi kehidupan bioteknologi modem. Bahan baku biomassa yang ada merupakan "renwable frontier" dapat diolah oleh bioteknologi tradisional maupun modem sehingga menjadi produk baru yang sangat berharga. Produk-produk bioteknologi sangat erat dengan perkembangan bioteknologi pada jamannya. Adapun era biteknologi tersebut adalah:
Era Pra Pasteur ( sebelum 1865 )
Perbaikan teknik fermentasi oleh mikroorganisme misalnya minuman beralkohol.
Era Pasteur (1865-1940)
Pengembangan industri fermentasi pembuatan etanol, butanol dan asam organik, perlakuan air buangan.
Era Antibiotika ( 1940-1960)
Pembuatan penisilin yang mulai digunakan pada saat pendaratan tentara Amerika di Normandi selama perang dunia II, vaksin virus, teknologi kultur sel hewan.
Era Pasca Antibiotika ( 1960-1975 )
Asam -asam amino elusidasi s1ruktur DNA, protein sel tunggal, enzim untukdeterjen, gasohol, biogas, teknologi rekombinan DNA.
Era biteknologi modem ( 1975- sekarang )
Rekayasa genetika, zat antibodi monokronal, hormon insulin, hormon pertumbuhan ikan tuna. Dengan munculnya teknologi DNA rekombinan dan teknik-teknik pembantuseperti penyusunan DNA, maka kita sekarang dapat memeriksa pada tingkatan molekuler rangkaian-rangkaian genetika yang terlibat dalam pengendalian ekspresi gen. Cara pendekatan klasik dalam genetika adalah pembuatan mutasi in vivo secara acak pada seluruh genom, lalu mengisolasikan mereka dengan memperihatkan fenitif–fenotif khusus. Kemudian muatan ini dianalisi untuk menentukan gen mana yang telah berubah. Suatu metode yang hampir terbentuk sesungguhnya adalah "metode genetika berubah". Suatu metode yang hampir terbentuk sesunggunya adalah "metode genetika mundur (reverse genetics)" yaitu untuk membuat mutasimutasi spesifik dalam suatu sigmen DNA in vitro, dan menganalisa pengaruh dari perubahan-perubahan ini pada organisme in vivo setelah mengintroduksi kembali gen muatannya.
Berekspresinya dengan gen yang dipindahkan kedalam gel atau jaringan yang
sesuai adalah semacam prasarat untuk berbagai bentuk penerapan teknik DNA rekombinan dalam bioteknologi. Terutama berlaku sebagai usaha untuk mengobati penyakit genetis manusia dengan pengobatan gen dan juga untuk usaha yang bertujuan untuk meningkatkan mutu tanaman panen.
Selama 15 tahun belakangan ini para pakar genetika mempelajari bagaimana mengeluarkan sebuah gen tunggal dari suatu species yang lain. Inilah yang disebut rekayasa genetika yang merupakan pelaksanaan dari bioteknologi modem. Organisme –organisme hasil rekayasa genetika yang pertama adalah bakteri bersel kembar yang telah disisipi gen-gen manusia yang dapat menghasilkan produkprodukbenilai. Tumbuh-tumbuhan dan hewan -hewan hasil rekayasa genetikasegera menyusul bakteri tersebut dan membuka pintu seluruh bidang pertanian lebar-lebar bagi penerapan bioteknologi modem.
0 komentar:
Posting Komentar