Foto Saya
HMPT (Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman)
makassar, sulawesi selatang, Indonesia
” Mewujudkan insan akademis yang profesional, kritis, inovatif, berakhlak mulia,dan mengabdi demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan Yang maha Esa ”
Lihat profil lengkapku
Senin, 06 Desember 2010

BATAS MAKSIMUM RESIDU PESTISIDA FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PERDAGANGAN GLOBAL HASIL PERTANIAN INDONESIA

BATAS MAKSIMUM RESIDU PESTISIDA

FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PERDAGANGAN GLOBAL

HASIL PERTANIAN INDONESIA


Persyaratan BMR Pestisida dalam Perdagangan Dunia

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah menerima persetujuan SPS (Sanitary and Phytosanitary) sebagai salah satu bentuk hambatan non tarip yang dapat diterapkan oleh suatu negara. Tanpa antisipasi yang tepat kesepakatan tersebut dapat menghalangi kelancaran hasil pertanian Indonesia memasuki pasar global. Salah satu ketentuan SPS yang diterima berkaitan dengan kandungan residu pestisida pada produk pertanian. Agar hasil pertanian dapat memasuki suatu negara harus mengandung residu pestisida di bawah nilai BMR (Batas Maskimum Residu) Pestisida yang ditetapkan oleh suatu negara dengan mengacu ketentuan keamanan pangan/Codex Alimentarius (WHO).

Dengan adanya ketetapan tentang BMR Pestisida, suatu negara dapat melindungi kesehatan masyarakat dari produk pertanian yang membahayakan. Pengenaan BMR Pestisida tidak hanya berlaku untuk produk-prduk pertanian yang berasal dari luar negeri tetapi juga produk domestik. Dilihat dari sisi perdagangan global pemenuhan persyaratan BMR dapat melancarkan keberhasilan produk pertanian suatu negara memasuki pasar domestik negara-negara lain. Sebaliknya dengan ketetapan BMR, suatu negara dapat menghambat masuknya produk pertanian dari luar negeri terutama produk yang membahayakan kesehatan masyarakat. Tanpa ada ketetapan BMR dan kriteria SPS lain yang efektif, pasar domestik secara bebas dapat dibanjiri oleh produk-produk pertanian luar negeri yang mungkin berkualitas rendah.

Ketentuan BMR Pestisida di Indonesia

Indonesia telah memiliki ketetapan tentang BMR Pestisida melalui SKB Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor: 881/Menkes/SKB /VIII /1996 dan 711/Kpts/TP.270/8/96 tentang Batas Maksimum Rediu Pestisida Pada Hasil Pertanian. Pasal 2 SKB tersebut menyatakan bahwa setiap hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi batas yang ditetapkan. SKB Pasal 3 menetapkan bahwa hasil pertanian yang dimasukkan dari luar negeri yang mengandung residu pestisida melebihi BMR harus ditolak.

Sampai saat ini SKB tersebut belum efektif dan dapat dilaksanakan di lapangan. Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam penerapan SKB tersebut adalah :

  1. Mekanisme koordinasi antar sektor, antar petugas pemerintah yang akan melaksanakan ketetapan tersebut belum ditetapkan. Pertemuan lintas sektor pernah dilaksanakan namun dengan adanya krisis multidimensi pertemuan tersebut terhenti. Pertemuan koordinasi tersebut perlu dimulai lagi dengan sasaran dan jadwal yang jelas. Dengan otonomi daerah saat ini koordinasi tersebut akan menjadi semakin sulit dan semakin rumit.
  2. Jaringan Kerja Nasional Laboratorium Penguji Residu Pestisida terutama yang berada dekat dengan kota-kota pelabuhan belum terbentuk. Hal ini antara lain disebabkan karena sebagian besar laboratorium pengujian yang dimiliki oleh Dept Kesehatan dan Departemen Pertanian belum terakreditasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Tanpa sistem jaringan laboratorium yang handal dan terpercaya sangat sulit bagi Indonesia untuk menerapkan ketentuan SPS-WTO untuk perlindungan pasar domestik.

Peranan Komisi Pestisida

Komisi Pestisida sewaktu masih berada di Ditjen Bina Tanaman Pangan telah menjadi inisiator dan konseptor sehingga dikeluarkannya SKB Menkes dan Mentan mengenai BMR Pestisida pada tahun 1996. Hal ini disebabkan karena hampir di semua negara urusan residu pestisida dikelola oleh otoritas nasional yang bertanggungjawab terhadap registrasi dan regulasi pestisida. Adanya desakan dari pimpinan nasional pada waktu itu untuk menghambat banjirnya buah-buahan dari luar negeri, mendorong kita segera menetapkan BMR Pestisida yang berlaku untuk seluruh wilayah tanah air. Pimpinan Departemen Pertanian menugaskan Komisi Pestisida untuk mempersiapkan penyusunan ketetapan tersebut.

Karena data penelitian dalam negeri tentang BMR Pestisida pada produk pertanian belum tersedia, Komisi mengambil kebijakan mengadopsi pedoman Codex Alimentarius dan beberapa ketentuan dari negara-negara lain. Menyadari masih lemahnya kemampuan SDM dan laboratorium dalam melakukan analisis residu pestisida, Komisi Pestisida membentuk Tim Pakar yang ditugasi menyusun Metode Baku Pemeriksaan Laboratorium Residu Pestisida. Tim pakar juga ditugasi untuk melakukan penilaian mengenai kesiapan laboratorium penguji residu pestisida di seluruh Indonesia, dalam melaksanakan SKB tersebut.

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap 55 laboratorium analisis kimia ternyata sangat sedikit laboratorium yang mampu melakukan pengujian residu pestisida dengan benar dan tepat. Karena itu diperlukan program khusus guna meningkatkan kemampuan laboratorium dan SDM dalam melakukan pengujian residu pestisida yang teliti. Sejak tahun 1997 kegiatan Tim Pakar terhenti karena terjadinya krisis nasional.

Meskipun demikian dengan sarana kerja terbatas sebagian tim pakar Residu Pestsida membantu Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan meningkatkan kualitas alat dan kemampuan SDM, dengan sasaran agar laboratium analisis pestisida memperoleh pengakuan dan akreditasi pada tingkat nasional dan internasional. Laboratorium pestisida milik Dit. Perlintan Pangan tersebut direncanakan menjadi laboratorium rujukan nasional pengujian residu pestisida.

Dampak Perubahan Struktur Departemen

Pada pertengahan tahun 2000 terjadi perubahan struktur organisasi Departemen Pertanian. Direktorat Pupuk dan Pestisida dibentuk di bawah Sarana dan Prasarana Pertanian (kemudian berubah menjadi Ditjen Bina Sarana Pertanian). Ketua Komisi, Ketua Harian, dan Sekretaris Komisi Pestisida dipindahkan dari pejabat fungsionaris Ditjen Tanaman Pangan ke fungsionaris Ditjen Bina Sarana Pertanian. Sedangkan para Wakil Ketua dan anggota Komisi sampai sekarang belum mengalamai perubahan. Sekretariat Komisi Pestisida kemudian berada di Ditjen BSP sampai saat ini.

Kesibukan Komisi Pestisida setelah pindah ke Ditjen BSP adalah melakukan revisi dan perbaikan peraturan pendaftaran atau dergulasi pestisida. Akhirnya deregulasi pendaftaran pestisida dapat terselesaikan dengan dikeluarkannya SK Mentan Nomor 434.1/ Kpts/TP.270/7/2001 mengenai Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida. Sampai saat ini program perbaikan dan persiapan penerapan BMR Pestisida masih belum menjadi jadwal kerja Komisi Pestisida, karena sekarang secara struktural dan fisik Komisi Pestisida terpisah dengan Laboratorium Residu Pestisida. Maka komitmen Kompes terhadap BMR memerlukan koordinasi antar Direktorat Jendral.

Lab. Pengujian Pestisida Pasar Minggu Telah Terakreditasi

Suatu prestasi yang membanggakan diperoleh oleh pengelola dan tim pakar yang membantu Labotarorium Pengujian Pestisida dan Pupuk, Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan yang berlokasi di Jalan AUP Pasar Minggu. Saat ini Laboratorium tersebut merupakan satu-satunya laboratorium pestisida di Indonesia yang telah memperoleh pengakuan sebagai laboratorium penguji pestisida yang terakreditasi pada tingkat nasional dan internasional.

Di tingkat nasional laboratorium tersebut memperoleh Sertifikat Akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai Laboratorium Penguji sesuai dengan SNI 19-17025-2000 tentang Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. Sertifikat dikeluarkan pada tgl 24 Oktober 2001.

Di tingkat internasional laboratorium tersebut pada tahun 2001 telah mengikuti program Inter Laboratory Qulaity Control yang diselenggarakan oleh NARL (National Analytical Reference Laboratory) Australia. Sasarannya mengetahui tingkat kemampuan dan ketelitian hasil pengujian yang dilakukan oleh beberapa laboratorium pestisida di tingkat internasional. Sembilan Lab. yang ikut dalam pengujian adalah dua dari Indonesia (Lab. Pestisida Pasar Minggu dan Laboratorium LIPI), dan laboratorium nasional dari Hongkong, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura dan Afrika Selatan. NARL ikut serta sebagai pembanding.

Laporan hasil pengujian 9 laboratorium tersebut telah diterbitkan secara ilmiah pada bulan Desember 2001 sehingga dapat diketahui oleh setiap orang. Laporan tersebut menyebutkan bahwa hasil analisis yang dilakukan laboratorium Pasar Minggu sangat akurat dan sama dengan hasil yang diperoleh NARL sebagai laboratorium penguji dan pembanding. Hasil analisis laboratorium-laboratorium peserta uji lainnya kurang teliti dibandingkan dengan hasil laboratorium Pasar Minggu. Laporan ilmiah ini menunjukkan bahwa kualitas dan ketelitian hasil analisis residu pestisida yang dilakukan oleh laboratorium Pasar Minggu akan diakui di negara manapun. Pengakuan internasional ini merupakan modal untuk memulai lagi kegiatan pengembangan dan penerapan BMR Pestisida yang sudah tertunda selama 6 tahun.

SARAN TINDAK LANJUT

Mengingat waktu dilaksanakannya pasar bebas ASEAN dan pasar bebas dunia sudah mendekat, kita perlu segera memulai dan melaksanakan kegiatan penerapan ketetapan mengenai BMR Pestisida dalam kegiatan perdagangan domestik dan global. Beberapa kegiatan atau program kerja yang perlu kita laksanakan secara lintas sektoral dan lintas disiplin ilmu adalah ;

1. Melakukan Revisi dan Perbaikan BMRP

Ketetapan BMRP yang terlampir dalam SKB Menkes dan Mentan Tahun 1997 perlu direvisi sesuai dengan perkembangan terakhir yang terjadi di sidang-sidang CCPR (Codex Committee on Pesticides Residue). Di samping itu banyak negara termasuk negara-negara Asean telah menetapkan BMRP baru yang berada di bawah nilai BMR yang kita tetapkan melalui SKB Menkes dan Mentan.

Kita perlu bekerjasama dengan negara-negara ASEAN untuk terwujudnya harmonisasi nilai BMRP yang berlaku di ASEAN agar tidak terjadi ketimpangan lalulintas perdagangan hasil pertanian. Sasaran ekspor hasil pertanian kita adalah negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Beberapa BMRP untuk komoditi yang khas Indonesia perlu kita kembangkan sendiri melalui kegiatan penelitian yang sesuai dengan prosedur baku internasional.

2. Menyusun Mekanisme Pemeriksaan dan Pengambilan Keputusan

Setiap produk pertanian yang diimpor dan ekspor harus disertai sertifikat yang menyatakan kandungan residu pestisida yang sudah memenuhi persyaratan BMR. Kalau belum disertai sertifikat, di pintu masuk harus diadakan pengambilan sampel untuk diperiksa konsentrasi residu pestisida di laboratorium pestisida yang telah terakreditasi. Bila hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa kadar residu pestisida tertentu lebih rendah daripada BMRP produk impor tersebut dapat diterima. Namun bila hasil pemeriksaan melebihi nilai BMRP produk tersebut ditolak memasuki kawasan Indonesia. Proses pengambilan keputusan tersebut harus dapat dilakukan secepatnya agar tidak terjadi hambatan proses perdagangan.

Mengingat mekanisme tersebut akan sangat melibatkan banyak Departemen dan lembaga pemerintah yang lain, perlu dilakukan pertemuan koordinasi lintas Departemen / LPND di tingkat pusat dan di tingkat daerah, untuk menyusun dan menetapkan mekanisme pemeriksaan residu pestisida dan pengambilan keputusan perijinan perdagangan. Diharapkan melalui pertemuan koordinasi ditemukan mekanisme pengaturan yang efektif dan efisien serta mengurangi sejauh mungkin hambatan-hambatan birokrasi.

3. Penyiapan Infra Struktur Jaringan Laboratorium Pemeriksa

Berfungsinya sistem dan mekanisme penerapan BMRP sangat ditentukan oleh berfungsinya jaringan laboratorium pemeriksa atau penguji residu pestisida yang handal, profesional, dan tersebar di seluruh tanah air. Jaringan ini perlu memanfaatkan banyak laboratorium kimia yang dimiliki oleh beberapa Departemen dan Pemda seperti Depkes, Deptan, Deperindag, serta Perguruan Tinggi.

Salah satu program yang penting adalah standardisasi Metode Analisis Residu Pestisida yang mengacu pada standar internasional. Kemudian langkah berikutnya adalah melengkapi peralatan laboratorium penguji dan penyediaan bahan kimia standard termasuk solvents, serta meningkatkan kemampuan SDM dalam melakukan analisis residu pestisida sesuai dengan metode baku yang ditetapkan. Pemerintah perlu menetapkan mekanisme pemberian sertifikat residu pestisida serta menunjuk laboratorium-laboratorium yang dapat memberikan sertifikat residu tersebut.

4. Meningkatkan Kualitas Pemeriksa dan Peneliti Residu Pestisida

Pelaksanaan ketetapan BMR tersebut sangat ditentukan oleh profesionalisme para petugas pemeriksa yang ada di pintu masuk (pelabuhan, bandara), di lapangan (di lahan pertanian), serta yang bekerja di laboratorium pemeriksa. Karena kegiatan ini menyangkut analisis bahan kimia kelumit dengan kadar yang sangat rendah (ukuran part per billion, part per trillion) diperlukan tenaga-tenaga khusus yang profesional dalam bidangnya serta sangat berpengalaman. Untuk peningkatan profesionalisme petugas harus selalu dilakukan banyak program pelatihan dan peningkatan mutu.

Disamping tenaga-tenaga pelaksana harus terus ditingkatkan dan dipertahankan mutunya, demikian juga tenaga-tenaga peneliti yang bekerja di lembaga penelitian dan universitas. Mereka yang akan menopang para pelaksana dengan informasi tentang metode-metode analisis residu yang paling baru yang lebih efisien, demikian juga nilai-nilai BMR Pestisida yang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat dan ekosistem Indonesia.

5. Pemasyarakatan BMR

Konsep BMR Pestisida sebagai penentu keberhasilan produk pertanian Indonesia menembus pasar global perlu disadari, dimengerti, dan diikuti oleh semua stakeholders yang terkait dengan proses produksi dan pemasaran hasil-hasil pertanian terutama pemerintah, petani, dan dunia industri. Persyaratan BMR sudah merupakan kenyataan yang harus diterima oleh semua pihak tidak dapat dihalangi dan ditolak apalagi diabaikan karena akan mempengaruhi kinerja dunia agribisnis pada waktu mendatang. Komunikasi dan konsultasi timbal balik antara para pelaku agrisbisnis untuk dapat memenuhi persyaratan BMR perlu dibentuk dan dikembangkan sehingga hasil-hasil pertanian Indonesia mampu memenuhi persyaratan BMR.

Petani sebagai produsen terbesar hasil-hasil pertanian yang sebagian diolah dan dipasarkan oleh dunia industri harus ditingkatkan kemampuan profesionalismenya agar dalam mengelola lahan pertaniannya dapat dihasilkan produk pertanian yang tidak mengandung residu pestisida melebihi ketentuan BMR. Agar petani dan pengusaha pertanian dapat memenuhi persyaratan tersebut mereka harus menerapkan teknologi produksi yang hemat atau tanpa menggunakan pestisida kimia. Penerapan dan pengembangan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu) sesuai dengan UU No. 12 Tahun 1992 merupakan alternatif terbaik yang perlu ditempuh oleh petani dan pelaku agribisnis lainnya agar tidak terkena hambatan non tarif BMR dalam era perdagangan bebas.

5. Penyediaan Anggaran Biaya Khusus

Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas diperlukan perhatian khusus dari para pengambil keputusan di semua sektor terkait serta penyediaan anggaran kerja khusus yang cukup besar. Anggaran tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang dimungkinkan seperti APBN, APBD, dana masyarakat, dan dunia industri. Industri sebagai pelaksana dan pemanfaat ketentuan BMR seharusnya mengalokasikan anggaran khusus untuk dapat mengikuti dan mengantisipasikan ketetapan BMR yang dinamis.

Etika Rekayasa Genetika

Rekayasa genetika membuka kemungkinan-kemungkinan baru yang menarik tetapi penting dalam kontroversi. Fakta bahwa hal itu memiliki dampak yang menguntungkan tentang berbagai aspek kehidupan di luar sengketa. Di bidang pertanian, rekayasa genetika telah meningkatkan ketegangan dan meningkatkan hasil panen. Hal ini membuat tanaman herbisida, tahan penyakit dan hama.

Dalam obat itu bertanggung jawab untuk beberapa terobosan terapi. Jika dibiarkan berlanjut lepas, rekayasa genetika bisa menghasilkan genom manusia yang sempurna. Itu bisa memberantas penyakit keturunan dan cacat dari untai DNA tidak layak dikembangkan. Bisa memperbaiki kerusakan organ atau telah mereka membangun kembali diri mereka sendiri.

Kode genetik manusia telah hampir tiga miliar pasangan basa organisme disusun dalam urutan yang berbeda menghasilkan suatu tempat sekitar 25.000 gen. Beberapa aspek atau sifat dalam setiap manusia adalah tergantung pada masing-masing gen. Variasi dalam pengkodean gen ini masing-masing individu menentukan identitas unik. Kesalahan dalam sequencing gen menghasilkan beberapa kelainan turun temurun yang ada lebih dari empat ribu dikenal. Kondisi ini mungkin degeneratif atau kronis atau mungkin tetap laten untuk mewujudkan diri beberapa generasi kemudian. Rekayasa genetika dapat mengidentifikasi dan mengisolasi atau mengganti gen yang cacat ini. Dalam melakukan hal ini menghilangkan ancaman laten penyakit gen ini pose. Ini juga akan menghentikan mereka dari diturunkan kepada generasi mendatang.

Kemungkinan dengan rekayasa genetik sangat besar. Namun respon secara tajam dibagi dengan kedua kubu tertanam dan tegas. Kontroversi seputar rekayasa genetika adalah salah satu etika. Keberatan berasal dari etika - baik religius dan sekuler - dan imoralitas implisit rekayasa genetika.

Beberapa keberatan bangkit dari campur dengan kode genetik manusia - dengan kata lain keberatan kepada manusia keras bermain Tuhan. Para pengunjuk rasa berpendapat bahwa kehidupan adalah suci dan tidak boleh diubah oleh maksud manusia. Keberatan lain terletak pada gangguan ke martabat yang melekat pada manusia dan bentuk kehidupan lainnya.

Walaupun ada keuntungan signifikan yang akan diperoleh melalui rekayasa genetika, kelemahan utama terletak dalam jangka panjang ancaman terhadap kehidupan dan lingkungan yang sampai sekarang belum yang mungkin timbul di masa depan. Penentang rekayasa genetik bergantung pada hasil studi yang dilakukan pada tikus diberi makan dengan makanan yang dimodifikasi secara genetik. Hal ini melaporkan bahwa ada reaksi yang merugikan termasuk kematian dini.

PENGENDALIAN SERANGGA HAMA


Pengamatan dimaksudkan untuk memantau setiap perkembangan populasi dan serangan hama. Dengan demikian usaha pengendalian dapat dilakukan secara dini.


1. Pengendalian Secara Kultur Teknis

Pada dasarnya pengendalian kultur teknis mengupayakan agar pertumbuhan tanaman senantiasa sehat sehingga mampu mengatasi serangan berbagai spesies serangga hama. Inti pengendalian dengan memodifikasi usaha pertanian sehingga lingkungan kurang mendukung bagi perkembangan serangga hama tetapi pertumbuhan tanaman tetap baik.
Hal itu dilakukan dengan cara
a. Pengaturan Pola Tanam, dicontohkan seperti pergiliran tanaman dan tanam serempak atau panen serempak. Penanaman satu jenis tanaman secara terus menerus sepanjang tahun akan memberi kesempatan yang baik bagi perkembangan hama. Untuk mengatasi tersebut perlu dipotong rantai makanan dan kondisi lingkugannya melalui pergiliran tanaman. Penanaman secara serempak atau panes secara serempak untuk menghindari serangan hama terpusat pada satu area saja.
b. Teknik bercocok tanam, dengan pengolahan tanah yang baik akan mampu mematikan serangga hama tertentu sebagai contoh bahwa dengan membalikan tanah maka tanah sebelah dalam akan terkena sinar matahari sehingga serangga hama didalam tanah akan mati. Demikian pula dengan penyiangan tanaman akan mengurangi inang alternatif bagi serangga hama sedangkan tanaman perangkap diharapkan dapat mengurangi serangan hama pada tanaman utama. Contoh penanainan jagung di areal tanaman kapas dapat mengurangi serangan H. arnlrgra Hbn. Pada kapas karena serangggga tersebut lebih menyukai rambut jagung untuk meletakkan telurnya.
Selain dengan kultur teknis pengendalian lainnya sanitasi lahan tanaman dibersihkan dari gulma agar lingkungan untuk perkembangan hama dapat ditekan selain menghilangkan kompetisi dalam penyerapan unsur hara. Eradikasi merupakan tindakan pemusnahan tanaman bila terjadi explosi hama. Contohnya pembakaran tanaman dengan tujuan menghilangkan sumber infeksi hama agar tidak menyebar. Tanaman yang dieradikasi diberikan kompensasi oleh pemerintah terbatas kepada Tanaman sehat tetapi harus dimusnahkan. Ketentuan itu diatur dalam Pp No. 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman. Kemudian pengendalian fisik dan mekanik.
Pengendalian fisik adalah tindakan pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah, kelembaban atau energi cahaya dan perangkap lampu, pengaturan Cahaya / suara pengendalianmekanik dilakukan dengan mematikan hama yang menggunakan alat atau tangan, menghalangi dengan suatu penghalang dan menangkap dengan perangkap. Selanjutnya pengendalian dengan varietas tahan.
Pengendalian dengan menggunakan varietas tahan dianggap paling murah. Kelemahannya varietas tahan itu hanya tahan untuk satu atau beberapa spesies serangga hama bahkan dapat memunculkan biotipe baru yang lebih gams. Contoh varietas padi IR-64 tahan terhadap wereng biotipe 1 dan biotipe 2. Saat ini sudah ada wereng biotipe 3.


2. Pengendalian Hayati

Pengendalian hayati atau biological control dapat dibedakan dengan pengendalian alami atau natural control. Pengendalian hayati merupakan strategi pengendalian hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasi musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Pengendalian alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan yang dilakukan oleh manusia.
Pengendalian hayati adalah hasil dari asosiasi berhagai spesies organisme yang berbeda seperti parasitoid dan inangnya, predator dan mangsanya, serta patogen dengan inangnya. Fenomena ini dinamuk karena pengaruh berbagai faktor lingkungan biotik dan abiotik. Dalam konsep PHT, pengendalian hayati memegang peranan yang menentukan karena semua teknik pengendalian yang lain secara bersama ditujukkan untuk mempertahankan dan memperkuat berfungsinya musuh alami sehingga populasi hama tetap dibawah aras ekonomi. Dibandingkan dengan teknik pengendalian yang lain terutama pestisida, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan yaitu : permanen, aman dan ekonomis. Beberapa kebaikannya yaitu
- Selektifitas yang tinggi dan tidak menimbulkan hama baru
- Organisme yang digunakan sudah ada di alam
- Organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan hama sendiri
- Dapat berkembang biak dan menyebar
- Hama tidak menjadi resisten atau kalaupun terjadi sangat lambat
- Pengendalian dapat berjalan dengan sendirinya
- Tidak ada pengaruh sampingan yang buruk seperti pada pengamatan pestisida.
Kemudian adanya populasi hama yang meningkat sellingga merugikan petani secara ekonomi disebabkan karena faktor lingkungan yang kurang memberi dukungan kepada musuh alarm untuk men.jalankan fungsi alaminya.
Ada dua prinsip pada pengendalian hayati yaitu mengimpor (introduksi) dari luar/daerah lain untuk dilepaskan didaerah wabah tersebut yaitu dengan melepaskan musuh alami dcngan cara-cara introduksi, augmentasi, inundasi atau manipulasi. Dalam hal meningkatkan peranan agens hayati atau musuh alami ditempuh jalan - lntroduksi adalah memindahkan atau mendatangkan musuh alami dari suatu daerah/negara asal ke daerah baru/dalam negeri dalam upaya mengendalikan hama
- Menambah secara berkala (Augmentasi) adalah penambahan jumlah musuh alami melalui penglepasan musuh alami dilapangan dengan tujuan untuk meningkatkan peranannya dalam menekan populasi hama
- Membanjiri (inundasi) adalah penambahan musuh alami dalam jumlah banyak dengan tujuan dapat menurunkan populasi hama dengan cepat sampai pada tingkat yang tidak merugikan
- Manipulasi lingkungan (Konservasi) adalah semua upaya yang bertujuan melestarikan/melelihara musuh alami yang sudah ada di lapangan antara lain dcngan perbaikan bercocok tanam, pengaturan jarak tanam dan penyediaan sumber daya.
Kendala utama dalam penerapan dan pengembangan pengendalian hayati adalah modal infestasi permulaan yang besar yang harus dikeluarkan untuk kegiatan eksplorasi, penelitian, pengujian dan evaluasi terutama yang menyangkut berbagai aspek dasar baik untuk hama, musuh alami ataupun tanaman. Aspek dasar dapat meliputi taksonomi, ekologi, biologi, siklus hidup, dinamika populasi, fisiologi dan lain sebagainya. Identifkasi yang tepat baik untuk jenis hama maupun musuh alaminya merupakan langkah awal yang sangat penting. Apabila identifikasi kurang benar maka diperoleh kesulitan dalam mempelajari sifat-sifat kehidupan musuh alami dan langkah kegiatan selanjutnya. Selain itu fasilitas yang lengkap disertai dengan tersedianya SDM terutama peneliti yang berkualitas dan berpendidikan khusus serta berdedikasi tinggi sesuai dengan yang diperlukan untuk pengembangan teknologi pengendalian hayati. Sampai saat ini tenaga ahli dengan kualifikasi demikian masih sangat jarang tersedia di Indonesia.


3. Pengendalian Secara Kimiawi

Ketergantungan terhadap pestisida sudah sedemikan mengakar baik pada tingkat petani, pengusaha pertanian maupun pada tingkat pengambil keputusan di kalangan pemerintahan. Penggunaaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan ;
Matinya serangga atau hewan bukan sasaran
Resurgensi atau peningkatan populasi serangga yang terjadi stelah aplikasi pestisida. Setelah aplikasi insektisida, populai yang mula-mula turun kemudian meningkat lagi dengan cepat melebihi tingkat populasi sebelum aplikasi.Hal itu disebabkan terbunuhnya musuh alami serangga hama tersebut
Resistensi atau ketahanan serangga hama terhadap insektisida biasanya terjadi bila menggunakan insektisida yang lama secara terns-menerus
Munculnya hama sekunder, dalam ekosistem pertanian terdapat hama utama dan hama sekunder. Aplikasi insektisida ditujukan untuk pengendalian hama utama tetapi kadang- kadang insktisida tersebut dapat mematikan musuh alarm hama utama dan musuh alam hama sekunder. Dalam keadaan demikan, komposisi hama pada beberapa generasi berikutnya berubah dimana hama sekunder menjadi hama utama dan hama utama menjadi hama sekunder.
Pencemaran lingkungan, misalnya meracuni perairan, meracuni komoditas berbagai macam produk pertanian (residu) mengingat banyaknya pestisida yang beredar dan diperparah dengan ketidakperdulian penggunaan pestisida yang tidak tepat sesuai dengan peruntukannya bagi srangga hama maka dikeluarkan lnpres No. 3 tahin 1986 Tentang Larangan Peredaran dan Penggunaan 57 Pestisida untuk Tanaman Padi serta UU. NO 12 Tahun 1992 yang diikuti oleh Kepmen. Pertanian No. 479/Kpds/TP.270/6196 Tentang Pemberhentian Izin Peredaran Pestisida pada 28 Jenis bahan aktif dengan 22 merek dagang.
Kemudian berdasarkan struktur kimianya, pestisida dibagi tiga golongan besar yaitu
Golongan Klor Organik seperti DDT, Aldrin, Dieldrin dan ebagainya sudah lama dilarang penggunaannya di bidang pertanian. Golongan klor organik mempunyai sifat sangat stabil di lingkungan, persistensi cukup lama dan mudah diakumulasikan dalam jaringan lemak tubuh
Golongan Fospat Organik, seperti Diazinon, Malathion, Diklorfos, Fenitrothion dan lain sebgalnya, golongan ini disebut juga organofosfat yang mempunyai sifat larut dalam air, terhidrolisis dengan cepat di dalam air dengan demikian daya toksisitasnya cepat hilang dan berupa cairan tidak berwarna, tidak berbau dan mudah menguap
Golongan karbamat seperti Furadan. Sevin atau Karbanil golongan pestisida ini merupakan insektisida anti kolonesterase, mempunyai spektrum yang lebih sempit dibandingkan golongan pestisida yang lain. Selanjutnya sehagai himbauan dalam penggunaan pestisida adalah
Pakailah pestisida bila cara-cara pengendalian lainnya kurang berhasil. Penggunaan pestisida harus sesuai dengan aturan pada label setiap kemasan
Pilihlah pestisida yang relatif aman dan tidak meninggalkan residu
Penyemprotan pestisida harus diarahkan terbatas pada bagian tanaman tempat hama sasaran berada.

PENGERTIAN, TERJADINYA DAN STATUS SERANGGA HAMA

1. Pengertian Hama

Pengertian hama adalah hewan yang merupakan kepentingan manusia. Rumput yang sengaja ditanam dirusak belalang, belalang disehut hama. Padi ditanam dan diserang penggerek batang, penggerek batang disebut hama. Bunga warna putih yang indah, dikotori feces kumbang, kumbang disebut hama dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Kiranya persaingan manusia dengan serangga yang disebut hama dimulai jauh sebelum adanya peradaban manusia, yang terus berlangsung tanpa ada waktu istirahat sampai sekarang dan akan berlanjut selama manusia itu ada. Suatu kenyataan bahwa manusia dan serangga secara tetap menginginkan hal yang serupa dalam waktu yang sama. Perang terjadi, akan tetapi tidak satupun dari keduanya ada yang menang.
Manusia selalu berfikir untuk menaklukan atau mengalahkan alam tetapi tidak ingat bahwa serangga merupakan salah satu mahluk hidup berusaha pula untuk menguasai dunia. Keinginan serangga untuk mengambil makanan dari tanaman tidak bisa dicegah begitu saja. Delnikian pula jika menghendaki darah ternak atau manusia, stiletnya yang tajam dengan mudah menembus kulit untuk kemudian memompa darah sebagai kebutuhan makanannya. Sering ditemui serangga yang memilih tempat tinggalnya bersama manusia, yang sulit diusir.
Manusia selalu menemui, berbagai kendala untuk bisa melindungi dini dari gangguan serangga. Manusia tidak pernah dapat mengalakannya. Serangga merupakan musuh yang serius selama hidup tanpa pernah manusia menyadarinya. Manusia yang akan menciptakan semua keinginannya perlu dipikirkan adanya mahluk perusak khususnya serangga dan mahluk hidup lainnya, yang akan menjadi rival beratnya dalam usaha memenuhi keinginan tersebut.
Jika ada yang menyatakan tidak pernah diganggu atau dirugikan oleh serangga, pernyataan itu serasa aneh kedengarannya. Setiap orang telah belajar untuk menilai persentase kehancuran oleh beberapa jenis serangga. Dapat dilihat bagaimana kebun jagung dihabiskan oleh belalang atau ulat grayak, tanaman padi sawah hancur karena serangga wereng atau penggerek batang, biji-bijian yang disimpan dalam gudang tidak bisa dimanfaatkan lagi karena kumbang hama ataiu serangga hama gudang lainnya.
Apabila pengertian hama itu hewan yang merugikan, maka serangga hama didefinisikan sebagai serangga yang mengganggu dan atau merusak tanaman haik secara ekonomis atuu estetis. Definisi hama itu tidak harus dihubungkan dengan pengendaliannya. Pada populasi serangga yang rendah sehingga kerugian yang diderita tanaman kecil, tetap serangga itu dikatakan serangga hama tetapi bukan memerlukan strategi pengendalian.
Umumnya kelompok serangga terdiri dari serangga berguna (Helful or beneficial insect) dan serangga merugikan (Harmful or injerious insect) Serangga merugikan terdiri dari :
  • Poisonous insect seperti ulat bajra/ulat api, lebah
  • Pest yaitu crop pest seperti serangga hama pada tanaman yang dibudidayakan, Plnat pest seperti serangga hama pada tanaman hutan atau tanaman sayura lainnya.
  • Stored groin pest seperti serangga hama gudang
  • House hold pest seperti serangga hama pada rumah tangga, contohnya serangga kecoa
  • Dometic animal pest seperti serangga hama pada luka yang diderita hewan ternak.
  • Disease pests seperti serangga yang menyebabkan berbagai penyakit ataupun vektor penyakit.

2. Ter jadinya Hama

  • Perubahan Lingkungan
Pada ekosistem alami makanan serangga terbatas dan musuh alami berperan aktif selain hambatan lingkungan, sehingga populasi serangga rendah. Sebaliknya pada ekosistem pertanian, terutama yang monokultur makanan serangga relatif tidak terbatas sehingga populasi bertambah dengan cepat tanpa dapat diimbangi oleh musuh alaminya. Sebagai contoh Kumbang kentang Colorado (Leptinotarsa decei»lineata Say.) yang sebelumnya serangga tersebut hidup diberbagai tanaman famili Solanaceae liar di hutan- hutan, populasi masih rendah. Begitu hutan dibuka dan diubah menjadi kebun kentang maka populasinya meningkat dengan cepat dan menjadi hama kentang yang sangat merugikan. Tanaman monokultur padi pada areal yang sangat luas, akan mengubah populasi herbagai hama path bertambah dengan cepat. Katakanlah serangga hama itti Wereng coklat, yang sebelumnya populasi rendah, akan bertambah dengan cepat sehingga Wereng coklat merugikan tanaman padi. Tanaman monokultur padi akan berarti tersedianya makanan bagi Wereng coklat, cukup banyak, populasi Wereng coklat bertambah
tinggi dan menjadi hama.
  • Perpindahan Tempat
Serangga hama dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif. Perpindahan tempat secara aktif dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau berjalan. Secara pasif dilakukan oleh factor lain seperti; tertiup angin atau terbawa pada tanaman yang dipindahkan oleh manusia. Di tempat yang baru populasi serangga ini bertambah dengan cepat bila faktor lingkungan mendukvngnya. Sebagai contoh Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla cubana) yang berasal dari Amerika tengah, kemudian bermigrasi ke negara pasifik dan akhirnya sampai ke Indonesia. Kutu loncat di Indonesia tumbuh cepat sekali sehingga ratusan hektar tanaman lamtoro diserangnya. Musuh alami yang efektif untuk Kutu loncat lamtoro yaitu Kumbang predator Curinus cocruleus belum tersedia di Indonesia, sehingga harus di datangkan dari Hawai. Setelah pengenbangan predator Curinus, populasi kutu loncat lamtoro mulai dapat dikendalikan.
  • Perubahan Pandangan Manusia
Meningkatnya pendidikan dan taraf hidup menyebabkan tuntutan terhadap bahan basil pertanian semakin baik sehingga banyak konsumen yang menginginkan buah-buahan atau sayur-sayuran demikian pula dengan bunga, jangan ada cacat sedikitpun. Pada konsumen tertentu buah yang mengalami sedikit cacat saja sudah ditolak. dengan penolakan ini berarti cacat tersebut menyebabkan hasil panes tidak laku sehingga terjadi kerugian secara ekonomi. Pada kondisi seperti populasi serangga hama yang rendah sekalipun, tidak dikehendaki kehadirannya. Ambang ekonomi lebih rendah dari populasi keseimbangan (Equilibrium position). Sebagai contoh serangga hama yang disebut Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera Hbn.) masuk ke tongkol jagung melalui ujungnya dengan memotong rambut-rambut tongkol, kemudian hidup dibagian dalam ujung tongkol dengan memakan butiranbutiran biji jagung. Bagian tongkol yang dirusaknya hanya ujungnya saja sedangkan bagian tongkol masih tetap utuh. Bagi segolongan masyarakat tertentu yang tidak dapat menerima hal ini, menganggap keberadaan H. armigera haus dikendalikan dengan serius.
  • Aplikasi Insektisida Yang Tidak Bijaksana
Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana akan menyebabkan permasalahan hama semakin kompleks, banyak musuh alami yang mati sehingga populasi serangga bertambah tinggi disamping berkembangnya resistensi, resurgensi dan munculnya hama sekunder. Resistensi terhadap insektisida bisa terjadi kalau digunakan jenis Insektisida yang lama (bahan aktif sama atau kelompok senyawa yang sama) secara terus-menerus, terutama dosis yang digunakan tidak tepat (dosis sublethal). Pada populasi serangga di alam terjadi keragaman genetik antara individu - individunya. Ada individu yang tahan terhadap suatu jenis insektisida dan ada yang tidak tahan. Bila digunakan jenis insektisida yang sama secara terus menerus maka individu yang ada dalam populasi tersebut akan terseleksi menjadi individu yang tahan. Apabila serangga tersebut berkembangbiak dan masih digunakan insektisida yang sama dengan dosis yang sama maka jumlah individu yang tahan akan semakin banyak demikian seterusnya.
Resurgensi adalah peningkatan populasi serangga yang terjadi. Setelah aplikasi insektisida, populasi serangga yang mula-mula rendah kemudian meningkat lagi dengan cepat melebihi tingkat populasi sebelum aplikasi insektisida. Penyebab utara terjadinya resurgensi adalah terbunuhnya musuh alami serangga hama tersebut pada waktu aplikasi insektisida. Musuh alami umumnya lebih rentan terhadap insektisida dibandingkan serangga hama. Apabila populasi hama tersebut meningkat lagi pada generasi berikutnya atau datang dari tempat lain maka tidak ada lagi musuh alaminya yang mengendalikan serangga populasi serangga hama meningkat. Munculnya hama sekunder pada ekosistem pertanian karma insektisida yang ditu.jukkan untuk mengendalikan hama utama, akan membunuh pula musuh alami hama utama dan musuh alam hama sekunder. Dalam kondisi demkian komposisi hama pada beberapa generasi berikutnya mungkin akan berubah. hama sekunder akan menjadi hama utama dan hama utama men.jadi hama sekunder.


3. Status Hama

Pada suatu ekosistem pertanian ada serangga yang setup tahun merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar, ada serangga yang populasinya tidak begitu tinggi tetapi merugikan tanaman pula bahkan ada serangga yang populasinya sangat rendah dan kerusakan yang diderita tanaman kurang diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya serangga-serangga yang diuraikan diatas dikategorikan :
  • Major pest / Main pest / Key pest atau hama penting / hama utama, adalah serangga hama yang selalu menyerang tanaman dengan intensitas serangga yang berat sehingga diperlukan pengendalian. Hama utama itu akan selalu menimbulkan masalah selalu tahunnya dan menimbulkan kerugian cukup besar. Biasanya ada satu atau dua species serangga hama utama di suatu daerah. Hama utama untuk tiap daerah dapat sama atau berbeda dengan daerah lain pada tanaman yang sama. Sebagai contoh hama utama pada tanaman padi dapat berupa wereng coklat, penggerek batang, ganjur karena serangga hama tersebut dapat menimbukan kerugian yang cukup besar sehingga diperlukan strategi pengendaliannya.
  • Secondery pest / Potensial pest adalah hama yang pada keadaan normal akan menyebabkan kerusakan yang kurang berarti tetapi kemungkinan adanya perubahan ekosistem akan dapat meningkatkan populasinya sehingga intensitas serangan sangat merugikan. Dengan demikian status hama berubah menjadi hama utama. Sebagai contoh hama putih atau Nymphula depunctalis Guene pada tanaman padi kurang merugikan tanaman pada populasi masih rendah. Apabila ekosistem pesawahan diairi dengan cukup bukan mustahil populasi hama putih itu akan meningkat. Incldently pest / occasional pest adalah hama yang menyebabkan kerusakan tanaman sangat kecil/kurang berarti tetapi sewaktu-waktu populasinya dapat meningkat dan akan menimbulkan kerusakan ekonomi pada tanaman. Sebagai contoh serangga hama belalang yang memakan daun padi biasanya terjadi pada tanaman, padi, setempat-setempat.
  • Migratory pest adalah hama bukan berasal dari agroekosistem setempat tetapi datang dari luar secara periodik yang mungkin menimbulkan kerusakan ekonomi. Sebagai contoh belalang kembara atau Locusta migratoria yang datang secara periodik dan memakan berbagai tanaman sepanjang wilayah yang dilalui dengan populasi yang sangat tinggi.

B U D I D AYA KELAPA SAWIT

Kelapa sawit ( Elaeis guinensis jacg ) adalah salah satu dari beberapa palma yang menghasilkan minyak untuk tujuan komersil.
Minyak sawit selain digunakan sebagai minyak makanan margarine, dapat juga digunakan untuk industri sabun, lilin dan dalam pembuatan lembaran-lembaran timah serta industri kosmetik .

SYARAT -SYARAT TUMBUH .
  • Curah hujan minimum 1000-1500 mm /tahun, terbagi merata sepanjang tahun.
  • Suhu optimal 26°C.
  • Kelembaban rata-rata 75 %.
  • Dapat tumbuh pada bermacam-macam tanah, asalkan gembur, aerasi dan draenasenya baik, kaya akan humus dan tidak mempunyai lapisan padas.
  • pH tanah antara 5,5 - 7,0.
P E M B I B I T A N
a. Pengecambahan Biji.
  • Biji dipanaskan dalam germinator selama 60 hari dengan suhu tetap 39oC dan kadar air 18%. Kemudian biji direndam dalam air mengalir selama 6 hari, hingga kadar air naik menjadi 24%.
  • Selanjutnya biji dikeringkan selama 3 jam dalam ruangan yang teduh.
  • Biji dimasukkan dalam kantong plastik ukuran 38 x 39 cm sebanyak 500 biji, kemudian ditutup rapat
  • Setelah 10-14 hari, biji mulai berkecambah.
  • Biji yang belum berkecambah pada umur 30 hari dibuang saja.
  • Kecambah yang tumbuh normal dan sehat, warnanya kekuning-kuningan, tumbuhnya lurus serta bakal daun dan bakal akarnya berlawanan arah.
b. Persemaian dan Pembibitan
  • Kecambah dipindahkan kekantong plastik ukuran 14 x 22 cm dengan tebal 0,08 mm.
  • Isilah polybag dengan tanah lapisan atas yang dibersihkan dari kotoran dan dihancurkan sebelumnya.
  • Lakukan penyiraman polybag sebelum penanaman kecambah dan selanjutnya pada setiap pagi dan sore setelah penanaman.
  • Buatlah lobang tanam sedalam 3 cm.
  • Buatlah naungan persemaian setinggi 2,5 m
  • Setelah bibit berumur 3 bulan dipindahkan kedalam polybag yang besar dengan ukuran 40 x 50 cm, tebal 0,2 mm.
PERSIAPAN LAHAN
  • Lahan diolah sebaik mungkin, dibersihkan dari semak-semak dan rumput-rumput liar.
  • Buatlah lobang tanam dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm atau 60 x 60 x 60 cm, 2 minggu sebelum tanam dengan jarak 9 x 9 x 9 m membentuk segitiga sama sisi.
  • Tanah galian bagian atas dicampur dengan pupuk fosfat sebanyak 1 kg/lobang.
  • Lobang tanam ditutup kembali dan jangan dipadatkan.
P E N A N A M A N
  • Masukkan bibit ke dalam lobang dengan hati-hati dan kantong plastik dibuka.
  • Lobang ditimbun dengan tanah, tidak boleh diinjak-injak agar tidak terjadi kerusakan.
  • Bibit yang tingginya lebih dari 150 cm, daunnya dipotong untuk mengurangi penquapan.
  • Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan.
PEMELIHARAAN TANAMAN
  • Lakukan penyulaman untuk mengganti tanaman yang mati dengan tanaman baru yang seumur dengan tanaman yang mati.
  • Cadangan bibit untuk penyulaman terus dipelihara sampai dengan umur 3 tahun dan selalu dipindahkan ke kantong plastik yang lebih besar.
  • Penyiangan gulma dilakukan 1bulan sekali.
  • Lakukan perawatan dan perbaikan parit drainage.
  • Anjuran pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) seperti pada tabel 1.
  • Sedangkan pemupukan Tanaman Menghasilkan (TM), kebutuhan pupuk berkisar antara 400 - 1000 kg N, P, K, Mg, Bo per Ha/tahun.
  • Lakukan pemupukan 2 kali dalam satu tahun; pada awal dan akhir musim penghujan dengan cara menyebar merata di sekitar piringan tanaman.
  • Hama-hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah Ulat Kantong; Metisaplama, Mahasena Coubessi dan Ulat Api; Thosea asigna, Setora nitens, Dasna trina. Sedangkan penyakitnya busuk tandan Marasmius sp. Hama ulat kantong dikendalikan dengan insektisida yang mengandung bahan aktif metamidofos 200/liter atau 600 g/liter, hama ulat api dengan insektisida yang mengandung bahan aktif permetrin 20 g/liter dan monokrotofos 600 g/lite.
  • Potonglah daun yang sudah tua, agar penyebaran cahaya matahari lebih merata, mempermudah penyerbukan alami, memudahkan panen dan mengurangi penguapan.
P A N E N
  • Telah dapat menghasilkan pada umur 30 bulan setelah tanam.
  • Jumlah pohon yang dapat dipanen per hektar sebanyak 60%.
  • Dipilih tandan yang buahnya sudah masak dengan tanda adanya sejumlah buah merah yang jatuh (brondol ).
  • Cara panen dengan memotong tandan buah.
  • Pemanenan dilakukan 1 kali seminggu.

PENYAKIT PENTING KAKAO


1. Vascular streak dieback (VSD)
Oncobasidium theobromae, Kelas Basidiomycetes, Ordo Uredinales

Penyakit VSD disebabkan oleh O. theobromae, yang dapat menyerang di pembibitan sampai tanaman dewasa. Gejala tanaman terserang, daun-daun menguning lebih awal dari waktu yang sebenarnya dengan bercak berwarna hijau, dan gugur sehingga terdapat ranting tanpa daun (ompong). Bila permukaan bekas menempelnya daun diiris tipis, akan terlihat gejala bintik 3 kecoklatan. Permukaan kulit ranting kasar dan belang, bila diiris memanjang tampak jaringan pembuluh kayu yang rusak berupa garis-garis kecil (streak) berwarna kecoklatan.
Penyebaran penyakit melalui spora yang terbawa angin dan bahan vegetatif tanaman. Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh kelembaban. Embun dan cuaca basah membantu perkecambahan spora. Pelepasan dan penyebaran spora sangat dipengaruhi oleh cahaya gelap.
  • Pengendalian penyakit dengan memotong ranting/cabang terserang sampai 30cm pada bagian yang masih sehat kemudian dipupuk NPK 1,5 kali dosis anjuran.
  • Pemangkasan bentuk yang sekaligus mengurangi kelembaban dan memberikan sinar matahari yang cukup. Pemangkasan dilakukan pada saat selesai panen sebelum muncul flush.
  • Parit drainase dibuat untuk menghindari genangan air dalam kebun pada musim hujan.
  • Untuk pencegahan, tidak menggunakan bahan tanaman kakao dari kebun yang terserang VSD, dan menanam klon kakao yang tahan atau toleran terhadap VSD

2. Busuk buah
Phytophthora palmivora, Famili Pythiaceae, Ordo Pythiales

  • Penyakit ini disebabkan oleh jamur P. palmivora yang dapat menyerang buah muda sampai masak.
  • Buah yang terserang nampak bercak bercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari pangkal, tengah atau ujung buah. Apabila keadaan kebun lembab, maka bercak tersebut akan meluas dengan cepat ke seluruh permukaan buah, sehingga menjadi busuk, kehitaman dan apabila ditekan dengan jari terasa lembek dan basah.
  • Penyebaran penyakit dibantu oleh keadaan lingkungan yang lembab terutama pada musim hujan. Buah yang membusuk pada pohon juga mendorong terjadinya infeksi pada buah lain dan menjalar kebagian batang/cabang. Patogen ini disebarkan oleh angin dan air hujan melalui spora. Pada saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan di dalam tanah. Penyakit ini akan berkembang dengan cepat pada daerah yang mempunyai curah hujan tinggi, kelembaban udara dan tanah yang tinggi terutama pada pertanaman kakao dengan tajuk rapat.
  • Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan sanitasi kebun, mekanis (mengumpulkan dan membakar buah yang terserang) dan kultur teknis. Pengaturan pohon pelindung dan pemangkasan tanaman kakao merupakan hal yang penting dilakukan terutama pada musim hujan. Penanaman klon resisten atau toleran merupakan cara yang wajib diperhatikan.

3. Kanker batang
Phytophthora palmivora, Famili Pythiaceae, Ordo Pythiales

  • Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang sama dengan penyebab penyakit busuk buah.
  • Gejala kanker diawali dengan adanya bagian batang/cabang menggembung berwarna lebih gelap/ kehitam-hitaman dan permukaan kulit retak. Bagian tersebut membusuk dan basah serta terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak seperti lapisan karat. Jika lapisan kulit luar dibersihkan, maka akan tampak lapisan di bawahnya membusuk dan berwarna merah anggur kemudian menjadi coklat.
  • Penyebaran penyakit kanker batang sama dengan penyebaran penyakit busuk buah. Penyakit ini dapat terjadi karena patogen yang menginfeksi buah menjalar melalui tangkai buah atau bantalan bunga dan mencapai batang/cabang. Penyakit ini berkembang pada kebun kakao yang mempunyai kelembaban dan curah hujan tinggi atau sering tergenang air.
  • Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan mengupas kulit batang yang membusuk sampai batas kulit yang sehat. Luka kupasan dioles dengan fungisida tertentu. Pemangkasan pohon pelindung dan tanaman kakao dilakukan agar di dalam kebun tidak lembab. Apabila serangan pada kulit batang sudah hampir melingkar, maka tanaman dipotong atau dibongkar.

4. Antraknose
Colletotrichum gloeosporioides, Famili Melanconiacea, Ordo Melanconiales

  • Penyakit antraknose disebabkan oleh jamur. C. gloeosporioides yang menyerang buah, pucuk/daun muda dan ranting muda. Pada daun muda nampak bintik-bintik coklat tidak beraturan dan dapat menyebabkan gugur daun. Ranting gundul berbentuk seperti sapu dan mati.
  • Pada buah muda nampak bintik-bintik coklat yang berkembang menjadi bercak coklat berlekuk (antraknose). Buah muda yang terserang menjadi layu, kering, dan mengeriput. Serangan pada buah tua akan menyebabkan gejala busuk kering pada ujungnya.
  • Penyakit ini tersebar melalui spora yang terbawa angin ataupun percikan air hujan. Penyakit cepat berkembang terutama pada musim hjan dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi.
  • Pengendalian :
  1. penyakit dilakukan dengan dengan memangkas cabang & ranting yang terinfeksi, mengambil buah-buah yang sakit dikumpulkan dan ditanam atau dibakar.
  2. Melakukan pemupukan (N,P,K) satu setengah kali dosis anjuran.
  3. Pengaturan naungan sehingga tajuk pohon kakao tidak terkena sinar matahari langsung dan perbaikan drainase tanah untuk menghindari genangan air di dalam kebun.

5. Jamur akar
Ganoderma philippii(1), Fomes lamaoensis(2), Rigidoporus lignosus/Fomes lignosus(3)

  • Ada tiga jenis penyakit jamur akar pada tanaman kakao, yaitu: (1) Penyakit jamur akar merah; (2) Penyakit jamur akar coklat; (3) Penyakit jamur akar putih. Ketiganya menular melalui kontak akar, umumnya penyakit akar terjadi pada pertanaman baru bekas hutan. Pembukaan lahan yang tidak sempurna, karena banyak tunggul dan sisa-sisa akar sakit dari tanaman sebelumnya tertinggal di dalam tanah akan menjadi sumber penyakit. Ketiga jenis penyakit ini mempunyai gejala: daun menguning, layu dan gugur, kemudian diikuti dengan kematian tanaman. Untuk mengetahui penyebabnya, harus melalui pemeriksaan akar.
  • Pencegahan penyakit dilakukan dengan membongkar semua tunggul pada saat persiapan lahan terutama yang terinfeksi jamur akar. Lubang bekas bongkaran diberi 150gr belerang dan dibiarkan minimal 6 bulan. Pada saat tanam diberi 100 gr Trichoderma sp. per lubang. Pada areal pertanaman, pohon kakao yang terserang berat dibongkar sampai ke akarnya dan dibakar di tempat itu juga. Lubang bekas bongkaran dibiarkan terkena sinar matahari selama 1 tahun. Minimal 4 pohon di sekitarnya diberi Trichoderma sp. 200gr/pohon pada awal musim hujan dan diulang setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan gejala mpenyakit akar di areal pertanaman kakao tersebut.

HAMA PENTING KAKAO



1. Penggerek buah kakao (PBK)
Conopomorpha cramerella, Famili Gracillariidae, Ordo Lepidoptera

Hama kakao ini sangat merugikan. Serangannya dapat merusak hampir semua hasil. Penggerek Buah Kakao dapat menyerang buah sekecil 3 cm, tetapi umumnya lebih menyukai yang berukuran sekitar 8 cm. Ulatnya merusak dengan cara menggerek buah, memakan kulit buah, daging buah dan saluran ke biji. Buah yang terserang akan lebih awal menjadi berwarna kuning, dan jika digoyang tidak berbunyi. Biasanya lebih berat daripada yang sehat. Biji-bijinya saling melekat, berwarna kehitaman serta ukuran biji lebih kecil. Hama ini dapat dikendalikan dengan sanitasi, pemangkasan, membenam kulit buah, memanen satu minggu sekali, kondomisasi, serta dengan cara hayati/ biologi, seperti pada halaman berikut.


Daur hidup:

Telur berwarna jingga, diletakkan satu per satu pada permukaan kulit buah. Ulat berwarna putih kekuningan atau hijau muda. Panjangnya sekitar 11 mm. Setelah ulat keluar dari dalam buah dia berkepompong pada permukaan buah, daun, serasah, karung atau keranjang tempat buah. Kepompong berwarna putih. Ngengat aktif pada malam hari, yaitu sejak matahari terbenam sampai dengan pukul 20.30. Pada siang hari mereka berlindung di tempat yang teduh dan panjang 7 mm. Seekor ngengat betina mampu bertelur 50-100 butir.


2. Kepik pengisap buah kakao
Helopeltis spp., Famili Miridae, Ordo Hemiptera

Kepik Helopeltis spp. termasuk hama penting yang menyerang buah kakao dan pucuk/ranting muda. Serangan pada buah tua tidak terlalu merugikan, tetapi sebaliknya pada buah muda. Selain kakao, hama ini juga memakan banyak tanaman lain, diantaranya: teh, jambu biji, jambu mete, lamtoro, apokat, mangga, dadap, ubi jalar, dll. Buah muda yang terserang mengering lalu rontok, tetapi jika tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk. Serangan pada buah tua, tampak penuh bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman, kulitnya mengeras dan retak. Serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan pucuk layu dan mati, ranting mengering dan meranggas. Hama ini dapat dikendalikan dengan pemangkasan dan cara hayati (lihat halaman berikut).


Daur hidup

Telur berwarna putih berbentuk lonjong. Diletakkan pada tangkai buah, jaringan kulit buah, tangkai daun muda, atau ranting. Nimfa mempunyai 5 instar. Dewasa mampu bertelur hingga 200 butir. Waktu makannya pagi dan sore. Kehidupannya juga terpengaruh cahaya, sehingga bila terlalu panas, nimfa muda akan pergi ke pupus dan dewasanya ke sela-sela daun yang berada di sebelah dalam.


3. Penggerek batang/cabang
Zeuzera coffeae, Famili Cossidae, Ordo Lepidoptera

Ulat hama ini merusak bagian batang/cabang dengan cara menggerek menuju empelur (xylem) batang/cabang. Selanjutnya gerekan membelok ke arah atas. Menyerang tanaman muda. Pada permukaan lubang yang baru digerek sering terdapat campuran kotoran dengan serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian tanaman di atas lubang gerekan akan merana, layu, kering dan mati. Cara pengendalian meliputi lubang gerekan dibersihkan dan ulat yang ditemukan dimusnahkan. Cara mekanis yang lain adalah memotong batang/ cabang terserang 10 cm di bawah lubang gerekan ke arah batang/ cabang, kemudian ulatnya dimusnahkan/ dibakar. Cara hayati bisa dipakai, misalnya dengan Beauveria bassiana, atau agen hayati lain (lihat halaman berikut).


Daur hidup

Telur hama Zeuzera coffeae berwarna kuning kemerahan / kuning ungu dan akan berubah menjadi kuning kehitaman, menjelang menetas. Telur diletakkan dicelah kulit kayu. Ulat berwarna merah cerah sampai ungu, sawo matang, panjangnya 3-5 cm. Kepompong dibuat dalam liang gerekan. Sayap depan ngengat berbintik hitam dengan dasar putih tembus pandang. Seekor betina dapat meletakkan telur 340-970 butir.


4. Penggerek batang/cabang
Glenea spp., Famili Cerambycidae, Ordo Coleoptera

Larva hama penggerek batang/cabang Glenea menggerek batang pokok, terutama pangkal batang pada jaringan kambium dengan arah gerekan menyamping (horizontal). Juga terjadi serangan pada pangkal cabang utama. Pada kulit batang nampak kerusakan yang berbentuk cincin. Pada sekitar lobang dijumpai sisa-sisa gerekan yang strukturnya berserat dan berbuih. Hama ini lebih sering ditemukan pada pohon kakao yang dekat hutan. Ini kurang dijumpai pada areal tanaman budidaya. Di Irian Jaya (Papua Barat) dijumpai tiga spesies dari Glenea ini, yaitu Glenea novemguttata, Glenea aluensis dan Glenea lefebueri. Glenea novemguttata juga ditemukan di Jawa.


Daur hidup:

Telur diletakkan satu per satu dalam sayatan/goresan kecil pada kulit pohon kakao yang dibuat oleh betina. Larva berwarna kekuning–kuningan atau kuning terang, dan membuat terowongan yang bentuknya tidak teratur. Dia membuat ruangan pada bagian kayu pohon kakao, kemudian berkepompong di sana. Dewasa memakan kulit pucuk atau kulit muda pada berbagai jenis tanaman. Dewasa aktif terbang di siang hari.


5. Tikus dan tupai / bajing
Famili Muridae dan Sciuridae, Ordo Rodentia

Tikus merupakan hama penting, karena serangannya sangat merugikan. Buah kakao yang terserang akan berlubang dan akan rusak atau busuk karena kemasukan air hujan dan serangan bakteri atau jamur. Serangan tikus dapat dibedakan dengan serangan tupai/bajing. Tikus menyerang buah kakao yang masih muda dan memakan biji beserta dagingnya. Tikus menyerang terutama pada malam hari. Gejala serangan tupai/bajing umumnya dijumpai pada buah yang sudah masak karena tupai hanya memakan daging buah, sedangkan bijinya tidak dimakan. Biasanya, di bawah buahbuah yang terserang tupai/bajing selalu berceceran biji-biji kakao. Jadi, tikus benarbenar hama, tetapi tupai tidak karena biji bisa dikumpulkan kembali. Tupai menjadi hama (merugikan) apabila biji-biji tadi tidak dikumpulkan. Pengendalian tikus dilakukan dengan sanitasi dan dengan cara hayati (lihat halamanberikut). Juga dapat digunakan umpan racun tikus (rodentisida).


Daur hidup:

Tikus berumur 1,5 bulan dapat berkembang biak dan menghasilkan anak 8-12 ekor dengan masa kehamilan 21 hari. Setelah 3 minggu, anak tikus memisahkan diri dari induknya dan mencari makanan sendiri. Seekor tikus dapat melahirkan 4 kali setahun.

PENYAKIT TANAMAN KOPI


1. Karat Daun, disebabkan oleh cendawan (Hemileia vastatrix).

Gejala Serangan :
Pada permukaan daun terdapat bercak berwarna oranye atau jingga yang dapat menyebabkan daun gugur dan pohon menjadi gundul. Pada bagian bawah daun yang sakit timbul bercak, mulamula berwarna kuning kemudian berubah menjadi kuning tua dan coklat.

Pengendalian :
- Menanam varietas kopi yang tahan seperti :
Sigarar Utang, S 795, Andung Sari 1.
- Secara kultur teknis, menjaga kesehatan tanaman dengan
pemupukan yang berimbang, pemangkasan dan pohon
pelindung yang cukup.

2. Jamur Upas, disebabkan oleh Corticium salmonicolor.

Gejala Serangan :
batang atau cabang yang terserang menjadi layu mendadak. Pada stadium awal lapisan benang-benang (hifa) berwarna putih, dan pada stadium lanjut berwarna
oranye kemerahan.

Pengendalian :
Batang atau cabang yang terserang dipotong 10 cm dibawah pangkal pada bagian yang sakit. Potongan batang dan cabang yang sakit dikumpulkan kemudian dibakar.

3. Penyakit Akar Putih, disebabkan oleh Rigidiphorus lignosus.

Gejala Serangan :
Tanaman yang terserang biasanya daun mula-mula menguning kemudian layu secara mendadak dan mengering tetapi daun tidak rontok.

Pengendalian :
-Membongkar tanaman yang sakit sampai akarnya, kemudian dibakar.
- Lubang bekas pembongkaran dibiarkan terbuka, lalu ditaburi dengan serbuk belerang 500 g per lubang.
- Untuk tanaman kopi yang belum terserang dapat diaplikasi dengan jamur Trichoderma spp dengan dosis 200 g per pohon.

4. Nematoda

Gejala Serangan :
Tanaman yang terserang menunjukkan gejala kerdil, daun menguning, gugur dan akhirnya tanaman merana. Apabila dicabut akar serabut telah membusuk.
- Tanaman kopi Arabika yang terserang berat oleh Nematoda tampak meranggas, terutama pada musim kering.
- Tanaman muda yang terserang berat akhirnya mati.

Pengendalian :
- Menggunakan batang bawah yang tahan seperti klon kop robusta BP 308 dan kopi excelsa.
- Tanaman yang terserang sebaiknya dibongkar dan dibakar.
- Tanah yang terserang dibiarkan terbuka agar terkena sinar matahari.

WITA (Waktu Indonesia Bagian Tengah)

Total Tayangan Halaman

Pengikut

KETUA UMUM HMPT-UH 2004-2005

KETUA UMUM HMPT-UH 2004-2005
Yusran

KETUA UMUM HMPT-UH 2005-2006

KETUA UMUM HMPT-UH 2005-2006
Akbar Palisu

KETUA UMUM HMPT-UH 2006-2007

KETUA UMUM HMPT-UH 2006-2007
Sucianti

KETUA UMUM HMPT-UH 2007-2008

KETUA  UMUM HMPT-UH 2007-2008
Laode Khalik

KETUA UMUM HMPT-UH 2008-2009

KETUA UMUM HMPT-UH 2008-2009
H. Rengga Mulia

KETUA UMUM HMPT-UH 2009-2010

KETUA UMUM HMPT-UH 2009-2010
Ahmad Amiruddin Usman
Powered By Blogger

Masukkan Code ini K1-1174AC-5
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com Download Software Tips Komputer

kenapa anda memilih untuk berlembaga?

Badan Pengurus Harian HIMPUNAN MAHASISWA PERLINDUNGAN TANAMAN. Diberdayakan oleh Blogger.