BATAS MAKSIMUM RESIDU PESTISIDA FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PERDAGANGAN GLOBAL HASIL PERTANIAN INDONESIA
BATAS MAKSIMUM RESIDU PESTISIDA
FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PERDAGANGAN GLOBAL
HASIL PERTANIAN INDONESIA
Persyaratan BMR Pestisida dalam Perdagangan Dunia
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah menerima persetujuan SPS (Sanitary and Phytosanitary) sebagai salah satu bentuk hambatan non tarip yang dapat diterapkan oleh suatu negara. Tanpa antisipasi yang tepat kesepakatan tersebut dapat menghalangi kelancaran hasil pertanian Indonesia memasuki pasar global. Salah satu ketentuan SPS yang diterima berkaitan dengan kandungan residu pestisida pada produk pertanian. Agar hasil pertanian dapat memasuki suatu negara harus mengandung residu pestisida di bawah nilai BMR (Batas Maskimum Residu) Pestisida yang ditetapkan oleh suatu negara dengan mengacu ketentuan keamanan pangan/Codex Alimentarius (WHO).
Dengan adanya ketetapan tentang BMR Pestisida, suatu negara dapat melindungi kesehatan masyarakat dari produk pertanian yang membahayakan. Pengenaan BMR Pestisida tidak hanya berlaku untuk produk-prduk pertanian yang berasal dari luar negeri tetapi juga produk domestik. Dilihat dari sisi perdagangan global pemenuhan persyaratan BMR dapat melancarkan keberhasilan produk pertanian suatu negara memasuki pasar domestik negara-negara lain. Sebaliknya dengan ketetapan BMR, suatu negara dapat menghambat masuknya produk pertanian dari luar negeri terutama produk yang membahayakan kesehatan masyarakat. Tanpa ada ketetapan BMR dan kriteria SPS lain yang efektif, pasar domestik secara bebas dapat dibanjiri oleh produk-produk pertanian luar negeri yang mungkin berkualitas rendah.
Ketentuan BMR Pestisida di Indonesia
Indonesia telah memiliki ketetapan tentang BMR Pestisida melalui SKB Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor: 881/Menkes/SKB /VIII /1996 dan 711/Kpts/TP.270/8/96 tentang Batas Maksimum Rediu Pestisida Pada Hasil Pertanian. Pasal 2 SKB tersebut menyatakan bahwa setiap hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi batas yang ditetapkan. SKB Pasal 3 menetapkan bahwa hasil pertanian yang dimasukkan dari luar negeri yang mengandung residu pestisida melebihi BMR harus ditolak.
Sampai saat ini SKB tersebut belum efektif dan dapat dilaksanakan di lapangan. Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam penerapan SKB tersebut adalah :
- Mekanisme koordinasi antar sektor, antar petugas pemerintah yang akan melaksanakan ketetapan tersebut belum ditetapkan. Pertemuan lintas sektor pernah dilaksanakan namun dengan adanya krisis multidimensi pertemuan tersebut terhenti. Pertemuan koordinasi tersebut perlu dimulai lagi dengan sasaran dan jadwal yang jelas. Dengan otonomi daerah saat ini koordinasi tersebut akan menjadi semakin sulit dan semakin rumit.
- Jaringan Kerja Nasional Laboratorium Penguji Residu Pestisida terutama yang berada dekat dengan kota-kota pelabuhan belum terbentuk. Hal ini antara lain disebabkan karena sebagian besar laboratorium pengujian yang dimiliki oleh Dept Kesehatan dan Departemen Pertanian belum terakreditasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Tanpa sistem jaringan laboratorium yang handal dan terpercaya sangat sulit bagi Indonesia untuk menerapkan ketentuan SPS-WTO untuk perlindungan pasar domestik.
Peranan Komisi Pestisida
Komisi Pestisida sewaktu masih berada di Ditjen Bina Tanaman Pangan telah menjadi inisiator dan konseptor sehingga dikeluarkannya SKB Menkes dan Mentan mengenai BMR Pestisida pada tahun 1996. Hal ini disebabkan karena hampir di semua negara urusan residu pestisida dikelola oleh otoritas nasional yang bertanggungjawab terhadap registrasi dan regulasi pestisida. Adanya desakan dari pimpinan nasional pada waktu itu untuk menghambat banjirnya buah-buahan dari luar negeri, mendorong kita segera menetapkan BMR Pestisida yang berlaku untuk seluruh wilayah tanah air. Pimpinan Departemen Pertanian menugaskan Komisi Pestisida untuk mempersiapkan penyusunan ketetapan tersebut.
Karena data penelitian dalam negeri tentang BMR Pestisida pada produk pertanian belum tersedia, Komisi mengambil kebijakan mengadopsi pedoman Codex Alimentarius dan beberapa ketentuan dari negara-negara lain. Menyadari masih lemahnya kemampuan SDM dan laboratorium dalam melakukan analisis residu pestisida, Komisi Pestisida membentuk Tim Pakar yang ditugasi menyusun Metode Baku Pemeriksaan Laboratorium Residu Pestisida. Tim pakar juga ditugasi untuk melakukan penilaian mengenai kesiapan laboratorium penguji residu pestisida di seluruh Indonesia, dalam melaksanakan SKB tersebut.
Dari hasil uji yang dilakukan terhadap 55 laboratorium analisis kimia ternyata sangat sedikit laboratorium yang mampu melakukan pengujian residu pestisida dengan benar dan tepat. Karena itu diperlukan program khusus guna meningkatkan kemampuan laboratorium dan SDM dalam melakukan pengujian residu pestisida yang teliti. Sejak tahun 1997 kegiatan Tim Pakar terhenti karena terjadinya krisis nasional.
Meskipun demikian dengan sarana kerja terbatas sebagian tim pakar Residu Pestsida membantu Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan meningkatkan kualitas alat dan kemampuan SDM, dengan sasaran agar laboratium analisis pestisida memperoleh pengakuan dan akreditasi pada tingkat nasional dan internasional. Laboratorium pestisida milik Dit. Perlintan Pangan tersebut direncanakan menjadi laboratorium rujukan nasional pengujian residu pestisida.
Dampak Perubahan Struktur Departemen
Pada pertengahan tahun 2000 terjadi perubahan struktur organisasi Departemen Pertanian. Direktorat Pupuk dan Pestisida dibentuk di bawah Sarana dan Prasarana Pertanian (kemudian berubah menjadi Ditjen Bina Sarana Pertanian). Ketua Komisi, Ketua Harian, dan Sekretaris Komisi Pestisida dipindahkan dari pejabat fungsionaris Ditjen Tanaman Pangan ke fungsionaris Ditjen Bina Sarana Pertanian. Sedangkan para Wakil Ketua dan anggota Komisi sampai sekarang belum mengalamai perubahan. Sekretariat Komisi Pestisida kemudian berada di Ditjen BSP sampai saat ini.
Kesibukan Komisi Pestisida setelah pindah ke Ditjen BSP adalah melakukan revisi dan perbaikan peraturan pendaftaran atau dergulasi pestisida. Akhirnya deregulasi pendaftaran pestisida dapat terselesaikan dengan dikeluarkannya SK Mentan Nomor 434.1/ Kpts/TP.270/7/2001 mengenai Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida. Sampai saat ini program perbaikan dan persiapan penerapan BMR Pestisida masih belum menjadi jadwal kerja Komisi Pestisida, karena sekarang secara struktural dan fisik Komisi Pestisida terpisah dengan Laboratorium Residu Pestisida. Maka komitmen Kompes terhadap BMR memerlukan koordinasi antar Direktorat Jendral.
Lab. Pengujian Pestisida Pasar Minggu Telah Terakreditasi
Suatu prestasi yang membanggakan diperoleh oleh pengelola dan tim pakar yang membantu Labotarorium Pengujian Pestisida dan Pupuk, Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan yang berlokasi di Jalan AUP Pasar Minggu. Saat ini Laboratorium tersebut merupakan satu-satunya laboratorium pestisida di Indonesia yang telah memperoleh pengakuan sebagai laboratorium penguji pestisida yang terakreditasi pada tingkat nasional dan internasional.
Di tingkat nasional laboratorium tersebut memperoleh Sertifikat Akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai Laboratorium Penguji sesuai dengan SNI 19-17025-2000 tentang Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. Sertifikat dikeluarkan pada tgl 24 Oktober 2001.
Di tingkat internasional laboratorium tersebut pada tahun 2001 telah mengikuti program Inter Laboratory Qulaity Control yang diselenggarakan oleh NARL (National Analytical Reference Laboratory)
Laporan hasil pengujian 9 laboratorium tersebut telah diterbitkan secara ilmiah pada bulan Desember 2001 sehingga dapat diketahui oleh setiap orang. Laporan tersebut menyebutkan bahwa hasil analisis yang dilakukan laboratorium Pasar Minggu sangat akurat dan sama dengan hasil yang diperoleh NARL sebagai laboratorium penguji dan pembanding. Hasil analisis laboratorium-laboratorium peserta uji lainnya kurang teliti dibandingkan dengan hasil laboratorium Pasar Minggu. Laporan ilmiah ini menunjukkan bahwa kualitas dan ketelitian hasil analisis residu pestisida yang dilakukan oleh laboratorium Pasar Minggu akan diakui di negara manapun. Pengakuan internasional ini merupakan modal untuk memulai lagi kegiatan pengembangan dan penerapan BMR Pestisida yang sudah tertunda selama 6 tahun.
SARAN TINDAK LANJUT
Mengingat waktu dilaksanakannya pasar bebas ASEAN dan pasar bebas dunia sudah mendekat, kita perlu segera memulai dan melaksanakan kegiatan penerapan ketetapan mengenai BMR Pestisida dalam kegiatan perdagangan domestik dan global. Beberapa kegiatan atau program kerja yang perlu kita laksanakan secara lintas sektoral dan lintas disiplin ilmu adalah ;
1. Melakukan Revisi dan Perbaikan BMRP
Ketetapan BMRP yang terlampir dalam SKB Menkes dan Mentan Tahun 1997 perlu direvisi sesuai dengan perkembangan terakhir yang terjadi di sidang-sidang CCPR (Codex Committee on Pesticides Residue). Di samping itu banyak negara termasuk negara-negara Asean telah menetapkan BMRP baru yang berada di bawah nilai BMR yang kita tetapkan melalui SKB Menkes dan Mentan.
Kita perlu bekerjasama dengan negara-negara ASEAN untuk terwujudnya harmonisasi nilai BMRP yang berlaku di ASEAN agar tidak terjadi ketimpangan lalulintas perdagangan hasil pertanian. Sasaran ekspor hasil pertanian kita adalah negara-negara tetangga, seperti
2. Menyusun Mekanisme Pemeriksaan dan Pengambilan Keputusan
Setiap produk pertanian yang diimpor dan ekspor harus disertai sertifikat yang menyatakan kandungan residu pestisida yang sudah memenuhi persyaratan BMR. Kalau belum disertai sertifikat, di pintu masuk harus diadakan pengambilan sampel untuk diperiksa konsentrasi residu pestisida di laboratorium pestisida yang telah terakreditasi. Bila hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa kadar residu pestisida tertentu lebih rendah daripada BMRP produk impor tersebut dapat diterima. Namun bila hasil pemeriksaan melebihi nilai BMRP produk tersebut ditolak memasuki kawasan Indonesia. Proses pengambilan keputusan tersebut harus dapat dilakukan secepatnya agar tidak terjadi hambatan proses perdagangan.
Mengingat mekanisme tersebut akan sangat melibatkan banyak Departemen dan lembaga pemerintah yang lain, perlu dilakukan pertemuan koordinasi lintas Departemen / LPND di tingkat pusat dan di tingkat daerah, untuk menyusun dan menetapkan mekanisme pemeriksaan residu pestisida dan pengambilan keputusan perijinan perdagangan. Diharapkan melalui pertemuan koordinasi ditemukan mekanisme pengaturan yang efektif dan efisien serta mengurangi sejauh mungkin hambatan-hambatan birokrasi.
3. Penyiapan Infra Struktur Jaringan Laboratorium Pemeriksa
Berfungsinya sistem dan mekanisme penerapan BMRP sangat ditentukan oleh berfungsinya jaringan laboratorium pemeriksa atau penguji residu pestisida yang handal, profesional, dan tersebar di seluruh tanah air. Jaringan ini perlu memanfaatkan banyak laboratorium kimia yang dimiliki oleh beberapa Departemen dan Pemda seperti Depkes, Deptan, Deperindag, serta Perguruan Tinggi.
Salah satu program yang penting adalah standardisasi Metode Analisis Residu Pestisida yang mengacu pada standar internasional. Kemudian langkah berikutnya adalah melengkapi peralatan laboratorium penguji dan penyediaan bahan kimia standard termasuk solvents, serta meningkatkan kemampuan SDM dalam melakukan analisis residu pestisida sesuai dengan metode
4. Meningkatkan Kualitas Pemeriksa dan Peneliti Residu Pestisida
Pelaksanaan ketetapan BMR tersebut sangat ditentukan oleh profesionalisme para petugas pemeriksa yang ada di pintu masuk (pelabuhan, bandara), di lapangan (di lahan pertanian), serta yang bekerja di laboratorium pemeriksa. Karena kegiatan ini menyangkut analisis bahan kimia kelumit dengan kadar yang sangat rendah (ukuran part per billion, part per trillion) diperlukan tenaga-tenaga khusus yang profesional dalam bidangnya serta sangat berpengalaman. Untuk peningkatan profesionalisme petugas harus selalu dilakukan banyak program pelatihan dan peningkatan mutu.
Disamping tenaga-tenaga pelaksana harus terus ditingkatkan dan dipertahankan mutunya, demikian juga tenaga-tenaga peneliti yang bekerja di lembaga penelitian dan universitas. Mereka yang akan menopang para pelaksana dengan informasi tentang metode-metode analisis residu yang paling baru yang lebih efisien, demikian juga nilai-nilai BMR Pestisida yang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat dan ekosistem Indonesia.
5. Pemasyarakatan BMR
Konsep BMR Pestisida sebagai penentu keberhasilan produk pertanian Indonesia menembus pasar global perlu disadari, dimengerti, dan diikuti oleh semua stakeholders yang terkait dengan proses produksi dan pemasaran hasil-hasil pertanian terutama pemerintah, petani, dan dunia industri. Persyaratan BMR sudah merupakan kenyataan yang harus diterima oleh semua pihak tidak dapat dihalangi dan ditolak apalagi diabaikan karena akan mempengaruhi kinerja dunia agribisnis pada waktu mendatang. Komunikasi dan konsultasi timbal balik antara para pelaku agrisbisnis untuk dapat memenuhi persyaratan BMR perlu dibentuk dan dikembangkan sehingga hasil-hasil pertanian Indonesia mampu memenuhi persyaratan BMR.
Petani sebagai produsen terbesar hasil-hasil pertanian yang sebagian diolah dan dipasarkan oleh dunia industri harus ditingkatkan kemampuan profesionalismenya agar dalam mengelola lahan pertaniannya dapat dihasilkan produk pertanian yang tidak mengandung residu pestisida melebihi ketentuan BMR. Agar petani dan pengusaha pertanian dapat memenuhi persyaratan tersebut mereka harus menerapkan teknologi produksi yang hemat atau tanpa menggunakan pestisida kimia. Penerapan dan pengembangan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu) sesuai dengan UU No. 12 Tahun 1992 merupakan alternatif terbaik yang perlu ditempuh oleh petani dan pelaku agribisnis lainnya agar tidak terkena hambatan non tarif BMR dalam era perdagangan bebas.
5. Penyediaan Anggaran Biaya Khusus
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas diperlukan perhatian khusus dari para pengambil keputusan di semua sektor terkait serta penyediaan anggaran kerja khusus yang cukup besar. Anggaran tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang dimungkinkan seperti APBN, APBD, dana masyarakat, dan dunia industri. Industri sebagai pelaksana dan pemanfaat ketentuan BMR seharusnya mengalokasikan anggaran khusus untuk dapat mengikuti dan mengantisipasikan ketetapan BMR yang dinamis.
Etika Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika membuka kemungkinan-kemungkinan baru yang menarik tetapi penting dalam kontroversi. Fakta bahwa hal itu memiliki dampak yang menguntungkan tentang berbagai aspek kehidupan di luar sengketa. Di bidang pertanian, rekayasa genetika telah meningkatkan ketegangan dan meningkatkan hasil panen. Hal ini membuat tanaman herbisida, tahan penyakit dan hama.
Dalam obat itu bertanggung jawab untuk beberapa terobosan terapi. Jika dibiarkan berlanjut lepas, rekayasa genetika bisa menghasilkan genom manusia yang sempurna. Itu bisa memberantas penyakit keturunan dan cacat dari untai DNA tidak layak dikembangkan. Bisa memperbaiki kerusakan organ atau telah mereka membangun kembali diri mereka sendiri.
Kode genetik manusia telah hampir tiga miliar pasangan basa organisme disusun dalam urutan yang berbeda menghasilkan suatu tempat sekitar 25.000 gen. Beberapa aspek atau sifat dalam setiap manusia adalah tergantung pada masing-masing gen. Variasi dalam pengkodean gen ini masing-masing individu menentukan identitas unik. Kesalahan dalam sequencing gen menghasilkan beberapa kelainan turun temurun yang ada lebih dari empat ribu dikenal. Kondisi ini mungkin degeneratif atau kronis atau mungkin tetap laten untuk mewujudkan diri beberapa generasi kemudian. Rekayasa genetika dapat mengidentifikasi dan mengisolasi atau mengganti gen yang cacat ini. Dalam melakukan hal ini menghilangkan ancaman laten penyakit gen ini pose. Ini juga akan menghentikan mereka dari diturunkan kepada generasi mendatang.
Kemungkinan dengan rekayasa genetik sangat besar. Namun respon secara tajam dibagi dengan kedua kubu tertanam dan tegas. Kontroversi seputar rekayasa genetika adalah salah satu etika. Keberatan berasal dari etika - baik religius dan sekuler - dan imoralitas implisit rekayasa genetika.
Beberapa keberatan bangkit dari campur dengan kode genetik manusia - dengan kata lain keberatan kepada manusia keras bermain Tuhan. Para pengunjuk rasa berpendapat bahwa kehidupan adalah suci dan tidak boleh diubah oleh maksud manusia. Keberatan lain terletak pada gangguan ke martabat yang melekat pada manusia dan bentuk kehidupan lainnya.
Walaupun ada keuntungan signifikan yang akan diperoleh melalui rekayasa genetika, kelemahan utama terletak dalam jangka panjang ancaman terhadap kehidupan dan lingkungan yang sampai sekarang belum yang mungkin timbul di masa depan. Penentang rekayasa genetik bergantung pada hasil studi yang dilakukan pada tikus diberi makan dengan makanan yang dimodifikasi secara genetik. Hal ini melaporkan bahwa ada reaksi yang merugikan termasuk kematian dini.
PENGENDALIAN SERANGGA HAMA
PENGERTIAN, TERJADINYA DAN STATUS SERANGGA HAMA
- Poisonous insect seperti ulat bajra/ulat api, lebah
- Pest yaitu crop pest seperti serangga hama pada tanaman yang dibudidayakan, Plnat pest seperti serangga hama pada tanaman hutan atau tanaman sayura lainnya.
- Stored groin pest seperti serangga hama gudang
- House hold pest seperti serangga hama pada rumah tangga, contohnya serangga kecoa
- Dometic animal pest seperti serangga hama pada luka yang diderita hewan ternak.
- Disease pests seperti serangga yang menyebabkan berbagai penyakit ataupun vektor penyakit.
- Perubahan Lingkungan
- Perpindahan Tempat
- Perubahan Pandangan Manusia
- Aplikasi Insektisida Yang Tidak Bijaksana
- Major pest / Main pest / Key pest atau hama penting / hama utama, adalah serangga hama yang selalu menyerang tanaman dengan intensitas serangga yang berat sehingga diperlukan pengendalian. Hama utama itu akan selalu menimbulkan masalah selalu tahunnya dan menimbulkan kerugian cukup besar. Biasanya ada satu atau dua species serangga hama utama di suatu daerah. Hama utama untuk tiap daerah dapat sama atau berbeda dengan daerah lain pada tanaman yang sama. Sebagai contoh hama utama pada tanaman padi dapat berupa wereng coklat, penggerek batang, ganjur karena serangga hama tersebut dapat menimbukan kerugian yang cukup besar sehingga diperlukan strategi pengendaliannya.
- Secondery pest / Potensial pest adalah hama yang pada keadaan normal akan menyebabkan kerusakan yang kurang berarti tetapi kemungkinan adanya perubahan ekosistem akan dapat meningkatkan populasinya sehingga intensitas serangan sangat merugikan. Dengan demikian status hama berubah menjadi hama utama. Sebagai contoh hama putih atau Nymphula depunctalis Guene pada tanaman padi kurang merugikan tanaman pada populasi masih rendah. Apabila ekosistem pesawahan diairi dengan cukup bukan mustahil populasi hama putih itu akan meningkat. Incldently pest / occasional pest adalah hama yang menyebabkan kerusakan tanaman sangat kecil/kurang berarti tetapi sewaktu-waktu populasinya dapat meningkat dan akan menimbulkan kerusakan ekonomi pada tanaman. Sebagai contoh serangga hama belalang yang memakan daun padi biasanya terjadi pada tanaman, padi, setempat-setempat.
- Migratory pest adalah hama bukan berasal dari agroekosistem setempat tetapi datang dari luar secara periodik yang mungkin menimbulkan kerusakan ekonomi. Sebagai contoh belalang kembara atau Locusta migratoria yang datang secara periodik dan memakan berbagai tanaman sepanjang wilayah yang dilalui dengan populasi yang sangat tinggi.
B U D I D AYA KELAPA SAWIT
- Curah hujan minimum 1000-1500 mm /tahun, terbagi merata sepanjang tahun.
- Suhu optimal 26°C.
- Kelembaban rata-rata 75 %.
- Dapat tumbuh pada bermacam-macam tanah, asalkan gembur, aerasi dan draenasenya baik, kaya akan humus dan tidak mempunyai lapisan padas.
- pH tanah antara 5,5 - 7,0.
- Biji dipanaskan dalam germinator selama 60 hari dengan suhu tetap 39oC dan kadar air 18%. Kemudian biji direndam dalam air mengalir selama 6 hari, hingga kadar air naik menjadi 24%.
- Selanjutnya biji dikeringkan selama 3 jam dalam ruangan yang teduh.
- Biji dimasukkan dalam kantong plastik ukuran 38 x 39 cm sebanyak 500 biji, kemudian ditutup rapat
- Setelah 10-14 hari, biji mulai berkecambah.
- Biji yang belum berkecambah pada umur 30 hari dibuang saja.
- Kecambah yang tumbuh normal dan sehat, warnanya kekuning-kuningan, tumbuhnya lurus serta bakal daun dan bakal akarnya berlawanan arah.
- Kecambah dipindahkan kekantong plastik ukuran 14 x 22 cm dengan tebal 0,08 mm.
- Isilah polybag dengan tanah lapisan atas yang dibersihkan dari kotoran dan dihancurkan sebelumnya.
- Lakukan penyiraman polybag sebelum penanaman kecambah dan selanjutnya pada setiap pagi dan sore setelah penanaman.
- Buatlah lobang tanam sedalam 3 cm.
- Buatlah naungan persemaian setinggi 2,5 m
- Setelah bibit berumur 3 bulan dipindahkan kedalam polybag yang besar dengan ukuran 40 x 50 cm, tebal 0,2 mm.
- Lahan diolah sebaik mungkin, dibersihkan dari semak-semak dan rumput-rumput liar.
- Buatlah lobang tanam dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm atau 60 x 60 x 60 cm, 2 minggu sebelum tanam dengan jarak 9 x 9 x 9 m membentuk segitiga sama sisi.
- Tanah galian bagian atas dicampur dengan pupuk fosfat sebanyak 1 kg/lobang.
- Lobang tanam ditutup kembali dan jangan dipadatkan.
- Masukkan bibit ke dalam lobang dengan hati-hati dan kantong plastik dibuka.
- Lobang ditimbun dengan tanah, tidak boleh diinjak-injak agar tidak terjadi kerusakan.
- Bibit yang tingginya lebih dari 150 cm, daunnya dipotong untuk mengurangi penquapan.
- Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan.
- Lakukan penyulaman untuk mengganti tanaman yang mati dengan tanaman baru yang seumur dengan tanaman yang mati.
- Cadangan bibit untuk penyulaman terus dipelihara sampai dengan umur 3 tahun dan selalu dipindahkan ke kantong plastik yang lebih besar.
- Penyiangan gulma dilakukan 1bulan sekali.
- Lakukan perawatan dan perbaikan parit drainage.
- Anjuran pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) seperti pada tabel 1.
- Sedangkan pemupukan Tanaman Menghasilkan (TM), kebutuhan pupuk berkisar antara 400 - 1000 kg N, P, K, Mg, Bo per Ha/tahun.
- Lakukan pemupukan 2 kali dalam satu tahun; pada awal dan akhir musim penghujan dengan cara menyebar merata di sekitar piringan tanaman.
- Hama-hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah Ulat Kantong; Metisaplama, Mahasena Coubessi dan Ulat Api; Thosea asigna, Setora nitens, Dasna trina. Sedangkan penyakitnya busuk tandan Marasmius sp. Hama ulat kantong dikendalikan dengan insektisida yang mengandung bahan aktif metamidofos 200/liter atau 600 g/liter, hama ulat api dengan insektisida yang mengandung bahan aktif permetrin 20 g/liter dan monokrotofos 600 g/lite.
- Potonglah daun yang sudah tua, agar penyebaran cahaya matahari lebih merata, mempermudah penyerbukan alami, memudahkan panen dan mengurangi penguapan.
- Telah dapat menghasilkan pada umur 30 bulan setelah tanam.
- Jumlah pohon yang dapat dipanen per hektar sebanyak 60%.
- Dipilih tandan yang buahnya sudah masak dengan tanda adanya sejumlah buah merah yang jatuh (brondol ).
- Cara panen dengan memotong tandan buah.
- Pemanenan dilakukan 1 kali seminggu.
PENYAKIT PENTING KAKAO
- Pengendalian penyakit dengan memotong ranting/cabang terserang sampai 30cm pada bagian yang masih sehat kemudian dipupuk NPK 1,5 kali dosis anjuran.
- Pemangkasan bentuk yang sekaligus mengurangi kelembaban dan memberikan sinar matahari yang cukup. Pemangkasan dilakukan pada saat selesai panen sebelum muncul flush.
- Parit drainase dibuat untuk menghindari genangan air dalam kebun pada musim hujan.
- Untuk pencegahan, tidak menggunakan bahan tanaman kakao dari kebun yang terserang VSD, dan menanam klon kakao yang tahan atau toleran terhadap VSD
- Penyakit ini disebabkan oleh jamur P. palmivora yang dapat menyerang buah muda sampai masak.
- Buah yang terserang nampak bercak bercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari pangkal, tengah atau ujung buah. Apabila keadaan kebun lembab, maka bercak tersebut akan meluas dengan cepat ke seluruh permukaan buah, sehingga menjadi busuk, kehitaman dan apabila ditekan dengan jari terasa lembek dan basah.
- Penyebaran penyakit dibantu oleh keadaan lingkungan yang lembab terutama pada musim hujan. Buah yang membusuk pada pohon juga mendorong terjadinya infeksi pada buah lain dan menjalar kebagian batang/cabang. Patogen ini disebarkan oleh angin dan air hujan melalui spora. Pada saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan di dalam tanah. Penyakit ini akan berkembang dengan cepat pada daerah yang mempunyai curah hujan tinggi, kelembaban udara dan tanah yang tinggi terutama pada pertanaman kakao dengan tajuk rapat.
- Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan sanitasi kebun, mekanis (mengumpulkan dan membakar buah yang terserang) dan kultur teknis. Pengaturan pohon pelindung dan pemangkasan tanaman kakao merupakan hal yang penting dilakukan terutama pada musim hujan. Penanaman klon resisten atau toleran merupakan cara yang wajib diperhatikan.
- Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang sama dengan penyebab penyakit busuk buah.
- Gejala kanker diawali dengan adanya bagian batang/cabang menggembung berwarna lebih gelap/ kehitam-hitaman dan permukaan kulit retak. Bagian tersebut membusuk dan basah serta terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak seperti lapisan karat. Jika lapisan kulit luar dibersihkan, maka akan tampak lapisan di bawahnya membusuk dan berwarna merah anggur kemudian menjadi coklat.
- Penyebaran penyakit kanker batang sama dengan penyebaran penyakit busuk buah. Penyakit ini dapat terjadi karena patogen yang menginfeksi buah menjalar melalui tangkai buah atau bantalan bunga dan mencapai batang/cabang. Penyakit ini berkembang pada kebun kakao yang mempunyai kelembaban dan curah hujan tinggi atau sering tergenang air.
- Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan mengupas kulit batang yang membusuk sampai batas kulit yang sehat. Luka kupasan dioles dengan fungisida tertentu. Pemangkasan pohon pelindung dan tanaman kakao dilakukan agar di dalam kebun tidak lembab. Apabila serangan pada kulit batang sudah hampir melingkar, maka tanaman dipotong atau dibongkar.
- Penyakit antraknose disebabkan oleh jamur. C. gloeosporioides yang menyerang buah, pucuk/daun muda dan ranting muda. Pada daun muda nampak bintik-bintik coklat tidak beraturan dan dapat menyebabkan gugur daun. Ranting gundul berbentuk seperti sapu dan mati.
- Pada buah muda nampak bintik-bintik coklat yang berkembang menjadi bercak coklat berlekuk (antraknose). Buah muda yang terserang menjadi layu, kering, dan mengeriput. Serangan pada buah tua akan menyebabkan gejala busuk kering pada ujungnya.
- Penyakit ini tersebar melalui spora yang terbawa angin ataupun percikan air hujan. Penyakit cepat berkembang terutama pada musim hjan dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi.
- Pengendalian :
- penyakit dilakukan dengan dengan memangkas cabang & ranting yang terinfeksi, mengambil buah-buah yang sakit dikumpulkan dan ditanam atau dibakar.
- Melakukan pemupukan (N,P,K) satu setengah kali dosis anjuran.
- Pengaturan naungan sehingga tajuk pohon kakao tidak terkena sinar matahari langsung dan perbaikan drainase tanah untuk menghindari genangan air di dalam kebun.
- Ada tiga jenis penyakit jamur akar pada tanaman kakao, yaitu: (1) Penyakit jamur akar merah; (2) Penyakit jamur akar coklat; (3) Penyakit jamur akar putih. Ketiganya menular melalui kontak akar, umumnya penyakit akar terjadi pada pertanaman baru bekas hutan. Pembukaan lahan yang tidak sempurna, karena banyak tunggul dan sisa-sisa akar sakit dari tanaman sebelumnya tertinggal di dalam tanah akan menjadi sumber penyakit. Ketiga jenis penyakit ini mempunyai gejala: daun menguning, layu dan gugur, kemudian diikuti dengan kematian tanaman. Untuk mengetahui penyebabnya, harus melalui pemeriksaan akar.
- Pencegahan penyakit dilakukan dengan membongkar semua tunggul pada saat persiapan lahan terutama yang terinfeksi jamur akar. Lubang bekas bongkaran diberi 150gr belerang dan dibiarkan minimal 6 bulan. Pada saat tanam diberi 100 gr Trichoderma sp. per lubang. Pada areal pertanaman, pohon kakao yang terserang berat dibongkar sampai ke akarnya dan dibakar di tempat itu juga. Lubang bekas bongkaran dibiarkan terkena sinar matahari selama 1 tahun. Minimal 4 pohon di sekitarnya diberi Trichoderma sp. 200gr/pohon pada awal musim hujan dan diulang setiap 6 bulan sekali sampai tidak ditemukan gejala mpenyakit akar di areal pertanaman kakao tersebut.